Tokoh-tokoh filsafat Analitik dan
pemikirannya
Pada
dasarnya perkembangan filsafat analitika bahasa itu meliputi tiga aliran yang
pokok yaitu‘atomisme logis’ (logical atomism), ‘Positivisme
logis’ (logical empirism), dan ‘filsafat bahasa biasa’ (ordinary language
philosophy). Pada pembahasan tokoh ini penulis hanya menguraikan tiga tokoh
utama dalam perkembangan filsafat analitik tersebut, sebagai berikut:
- Gottlob Frege
Para filosof analitik berpendapat bahwa filsuf Jerman,
Gottlob Frege (1848-1925), adalah filosof terpenting setelah Immanuel Kant.
Frege hendak merumuskan logika yang rigorus sebagai metode
berfilsafatnya. Dengan kata lain, filsafat itu sendiri pada intinya adalah
logika. Dalam hal ini, ia dipengaruhi filsafat analitik, filsafat-logika, dan
filsafat bahasa. Frege berpendapat bahwa dasar yang kokoh bagi matematika dapat
‘diamankan’ melalui logika dan analisis yang ketat terhadap logika dasar
kalimat-kalimat. Cara itu juga bisa menentukan tingkat kebenaran suatu
pernyataan.
Akar-akar analisis linguistik ditanam di lahan yang
disiangi oleh seorang matematikawan bernama G. Frege, ia memulai sebuah
revolusi logika (analitik), yang implikasinya masih dalam proses penanganan
oleh filosof-filosof kontemporer. Ia menganggap bahwa logika sebetulnya bisa
direduksi ke dalam matematika, dan yakin bahwa bukti-bukti harus selalu
dikemukakan dalam bentuk langkah-langkah deduktif yang diungkapkan dengan
gamblang. Salah satu idenya yang paling berpengaruh adalah membuat
perbedaan antara “arti” (sense) proposisi dan “acuan” (reference)-nya, dengan
mengetengahkan bahwa proposisi memiliki makna hanya apabila mempunyai arti dan
acuan.
Frege juga menyusun notasi baru yang memunkinkan
terekpresikannya “penentu kuantitas” (kata-kata seperti “semua”, “beberapa” dan
sebagainya) dalam bentuk simbol-simbol. Ia berharap para filosof bisa
menggunakan notasi ini untuk menyempurnakan bentuk logis argumen mereka,
sehingga memungkinkan mereka untuk jauh lebih dekat, daripada waktu-waktu
sebelumnya, dengan ide pembuatan filsafat menjadi ilmu yang ketat.
- Bertrand Russell
Bertrand Russel
(1872-1970) lahir dari keluarga bangsawan. Pada umur 2 dan 4 tahun
berturut-turut ia kehilangan ibu dan ayahnya. Ia dibesarkan di rumah orang tua
ayahnya. Di Cambrige, ia belajar ilmu pasti dan filsafat, antara lain pada A.
Whitehead. Kita sudah mendengar bahwa George Moore termasuk sahabatnya. Selama
hidupnya yang amat panjang, ia menulis banyak sekali, 71 buku dan brosur)
tentang berbagai pokok, antara lain filsafat, masalah-masalah moral, pendidikan,
sejarah, agama, dan politik. Pada tahun 1950 ia memperoleh hadiah Nobel bidang
sastra. Namanya menjadi masyhur di seluruh dunia terutama karena
pendapat-pendapatnya yang nonkonformistis tentang moral dan politik. Dari sudut
ilmiah jasanya yang terbesar terdapat di bidang logaika Matematis.
Pemikiran filosofis Bertrand Russell yaitu ia
mencoba menggabungkan logika Frege tersebut dengan empirisme yang sebelumnya
telah dirumskan oleh David Hume. Bagi
Russell, dunia terdiri dari fakta-fakta atomis (atomic facts). Dalam konteks ini, kalimat-kalimat barulah bisa
disebut sebagai kalimat bermakna, jika kalimat tersebut berkorespondensi
langsung dengan fakta-fakta atomik. Ludwig Wittgenstein (1889-1951) juga
nantinya banyak dipengaruhi oleh Russell. Dia sendiri mempengaruhi Lingkaran
Wina dan membantu membentuk aliran positivisme logis pada dekade 1920-30 an.
Jalan pemikiran Russell ini menawarkan jalan keluar
untuk aliran atomisme logik. Atomisme logik berpendapat bahwa
bahasa keseharian itu banyak menampilkan kekaburan arti. Russerl menawarkan
dasar-dasar logico-epistemologik untuk bahasa. Russell mengetengahkan
tentang fakta, bentuk logika, dan bahasa
ideal. Dia mengetengahkan prinsip dasarnya, yaitu: ada isomorphisme
(kesepadanan) antara fakta dengan bahasa, dan dunia ini merupakan totalitas
fakta-fakta, bukan benda. Fakta dalam pemikiran Russerl merupakan ciri-ciri
atau relasi-relasi yang dimiliki oleh benda-benda.
Ia berpendapat bahwa grammar dari bahasa yang biasa
kita gunakan sebenarnya tidak tepat. Baginya, dunia terdiri dari fakta-fakta
atomis, dan hanya bahasa-bahasa yang mengacu pada fakta atomis inilah yang
dapat disebut sebagai bahasa yang sahih. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa
salah satu tugas terpenting filsafat adalah menganalisis proposisi-proposisi
bahasa untuk menguji kesahihan ‘forma logis’ dari proposisi tersebut. untuk
itu tugas filsafat adalah analisis logis yang disertai dengan sintesis logis.
Berdasarkan prinsip-prinsip pemikiran itulah maka
Russerl menekankan bahwa konsep atomismenya tidak didasarkan pada mefisikanya
melainkan lebih didasarkan pada logikanya karena menurutnya logika adalah yang
paling dasar dalam filsafat, oleh karena itu pemikiran Russell dinamakan
‘atomisme logis’.
- Ludwig Wittgenstein
Ludwig Wittgenstein dilahirkan di wina (Austria) pada
tanggal 26 April 1889 sebagai anak bungsu dari delapan anak. Ayahnya berasal
dari famili yahudi yang telah memeluk agama Kristen Protestan dan ibunya
beragama katolik. Ayahnya seorang insinyur yang dalam jangka waktu sepuluh
tahun berhasil menjadi pemimpin suatu industri baja yang besar.
Pada Tahun 1906 Wittgenstein mulai belajar di suatu
Sekolah Tinggi Teknik di Berlin. Setelah itu Ia pindah ke inggris dan melakukan
penyelidikan tentang aeronautical selama tiga tahun. Karena tertarik kepada
buku Principles of Mathematics tulisan Bertrand Russell, ia pergi ke Cambridge
untuk belajar kepada Russell, ia mendapat kemajuan pesat dalam studi tentang
logika. Setelah perang dunia I meletus, ia bergabung dengan tentara Austria
sebagai sukarelawan dan ditawan oleh tentara Italia pada tahun 1918. setelah dibebaskan ia mengajar di sekolah,
tetapi pada tahun 1929, ia kembali ke Cambridge untuk berkecimpung dalam
filsafat. Pada tahun 1939 ia mengganti G.E. Moore sebagai guru besar fislafat
di Cambridge University, Inggris. Karyanya merupakan factor penting dalam
timbulnya aliran-aliran Logical Positivism, Linguistic
Analysis dan semantics.
Adapun pemikiran filosofis Ludwig Wittgenstein yaitu
tebagi kedalam dua priode yakni: Periode pertama Tractatus Logico-philosophicus
dan periode kedua Philosophical Investigation. pada periode pertama
Wittgeinsten mengkritik bahasa filsafat yang dikatakannya bahwa penggunaan
bahasa filsafat tidak memiliki struktur logis, sehingga ia mengungkapkan
persoalan timbul karena para filosof yang menggunakan bahasa kurang tepat dalam
mengungkapkan realitas melalui logika bahasa. Banyak ungkapan-ungkapan filsafat
terutama ungkapan metafisis tidak melukiskan suatu realitas fakta dunia secara
empiris, sehingga bahasa filsafat terutama metafisika, filsafat nilai,
estetika, etika, dan cabang-cabang lainnya sebenarnya tidak mengungkapkan
apa-apa.
Sedangkan dalam philosophical Investigations ia
menolak pendapatnya yang pertama. Menurutnya bahasa itu digunakan tidak hanya
untuk mengungkapkan proposisi-proposisi logis melainkan digunakan dalam banyak
cara (form of lifes) yang berbeda untuk mengungkapkan pembenaran,
pertanyaan-pertanyaan, perintah, pengumuman dan banyak lagi gejala-gejala
yang dapat diungkapkan dengan kata-kata. Terdapat banyak sekali jenis-jenis
yang berbeda dalam penggunaan bahasa.
Kemudian untuk menjelaskan bahwa bahasa dipakai dengan
rupa-rupa cara, dalam Philosophical Investigations Wittgenstein mengintrodusir
istilah language games(permainan-permainan bahasa), suatu permainan dapat
dilukiskan sebagai aktivitas yang dilakukan menurut aturan.
Permainan bahasa ini menggambarkan aktivitas manusia.
Jika ilmu pengetahuan memiliki permainan bahasanya sendiri, maka kita juga bisa
berpartisipasi di dalam permainan bahasa agama-agama, permainan bahasa
estetika, dan banyak permainan bahasa lainnya. Pada titik ini, kata-kata
memiliki maknanya dari penggunaannya di dalam suatu permainan bahasa tertentu.
Dalam dua karya yang dibicarakan oleh Wittgenstein
terdapat dua pandangan yang berbeda. Oleh karena itu sudah menjadi kebiasaan
untuk membedakan Witgeinsten I dan Witgeinsten II. Dengan dua pandangan ini ia
menjadi sumber inspirasi bagi dua aliran filosofis yang cukup penting, biarpun
kedua-duanya tidak disetujui oleh Wittgeinsten itu sendiri. Disatu pihak
lingkungan Wina yang memegang peranan penting kira-kira satu dasawarsa sebelum
prang dunia II. Di lain pihak gerakan filosofis yang di tunjukkan dengan pelbagai
nama, antara lain, “filsafat analisis”. Gerakan ini mulai berkembang di
Cambridge, tetapi sesudah perang dunia II terutama berpusat di Oxford.
Terpengaruh oleh Wittgeinsten II, mereka berpendapat bahwa filsafat harus
berpegang pada prinsip Don’t ask for the
meaning, ask for the use (jangan tanyakan makna, tanyakanlah pemakaian
bahasa).
Sumber, Filsafat Analitik. 2009. diperoleh dari https://jaringskripsi.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar