6
Kunci Mencapai Lingkungan Pendidikan yang Ideal
“Leiden
is Lijden”. Pemimpin itu menderita. Adalah sebuah pernyataan yang diungkapkan
oleh Kasman Singodimedjo yang menjelaskan bahwa menjadi seorang pemimpin itu
tidaklah mudah, baik dalam proses untuk mencapainya maupun ketika amanah
tersebut telah datang pada seseorang.
Namun
dalam realitas yang ada kini justru berbeda. Berbondong-bondong orang
memperebutkan kursi kepemimpinan namun sering kali kita jumpai sosok pemimpin
tersebut jauh dari ekspektasi Bapak Kasman yang turut menghadiri Kongres Sumpah
Pemuda kala itu. Mulai dari masalah korupsi, suap menyuap, kolusi dan nepotisme
bahkan attitude buruk yang
dilakukan pemimpin kita, sering kita dengar pada tayangan televisi dan media
massa.
"Sebagaimana yang kita ketahui bahwa salah satu
pemegang peran terbesar pembentukan karakter pemuda adalah pendidikan, baik di
lingkungan sekolah maupun masyarakat disekitarnya"
Apabila
kita menengok ke belakang bahwa munculnya generasi pemimpin yang memiliki
karakter yang gagal tersebut, diantaranya berasal dari kaderisasi generasi masa
mudanya dahulu yang buruk. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa salah satu
pemegang peran terbesar pembentukan karakter pemuda adalah pendidikan, baik di
lingkungan sekolah maupun masyarakat disekitarnya.
Sistem
pendidikan secara formal telah diterapkan di Indonesia, mulai dari tingkat
dasar hingga tinggi. Namun itu belum cukup untuk mendapatkan predikat baik pada
kualitas produk sumber daya manusia yang dihasilkan.
Oleh
sebab itu, upaya untuk mempelajari dan menelaah kekurangansistem pendidikan
yang dijalani baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat sangat penting untuk
dilakukan. Melalui buku karangan salah satu Guru Besar di University of
Queensland Australia, Prof. Ng Aik Kwang berjudul “Why Asians are Less
Creative than Westerners”yang menunjukkan beberapa kelemahan bangsa Asia untuk
maju dibandingkan bangsa Barat, ada beberapa hikmah yang dapat kita ambil
sebagai pelajaran. Dalam pembahasan ini diambil contoh masyarakat Indonesia. Karena
pendidikan di Indonesia masih menduduki rating yang sangat rendah dibandingkan
dengan negara berkembang lainnya.
A.
Kelemahan Sistem Pendidikan Kita
Pertama, kebanyakan masyarakat Indonesia memiliki asumsi
bahwa ukuran kesuksesan dalam hidup adalah ketika seseorang telah memiliki
banyak materi seperti rumah, mobil, uang, dan harta melimpah. Disisi
lain, passion atau
kecintaan terhadap suatu hal justru kurang dihargai dan dilupakan.Akibatnya,
bidang kreativitas, kejujuran dan profesionalitas seseorang terhadap sesuatu
akan hilang demi mengejar suatu popularitasdan bahkan melakukan cara-cara yang
terlarang untuk mendapatkan kekayan materi tersebut.
Kedua, pendidikan yang ada di Indonesia cenderung hanya
menuntut jawaban yang benar bukan jawaban yang jujur. Mulai dari pendidikan
dasar hingga tinggi, berbagai tes atau evaluasi yang dilakukan berbasis “Kunci
Jawaban yang menyatakan Benar atau Salah” bukan pada konsep pemahaman atau pembentukan
karakter. Seorang peserta didik cenderung dianggap baik apabila ia mampu
menjawab sebuah pertanyaan dengan benar, namun aspek kejujuran masih sering
dilupakan. Sebagai contoh, dalam Ujian Nasional masih sering terjadi praktek kecurangan
yang diakibatkan oleh oknum Pengajar yang justru menganjurkan peserta didiknya
bekerjasama atau berbuat curang, karena menurut mereka yang dibutuhkan adalah
kelulusan dan reputasi yang baik, bukan hasil kejujuran serta karakter yang
terbentuk dari proses pendidikan.
Ketiga, siswa dituntut untuk memahami semua namun tidak
pernah menjadi ahlinya. Basis keilmuan yang mengutamakan “kunci jawaban” telah
menjadikan karakter generasi terdidik yang mengetahui sedikit tentang banyak
hal, namun tidak menguasai apapun. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pelajar
yang mampu menjuarai berbagai Kompetisi Olimpiade Fisika dan Matematika, tapi
hampir tidak pernah ditemukan diantara mereka yang mendapatkan Nobel atau
hadiah internasional lainnya yang hasilnya dapat diaplikasikan di masyarakat.
Hal ini menunjukkan bahwa generasi pemuda dituntut menjalani proses pendidikan
hanya untuk mendapatkan sebuah gelar atau pekerjaan, bukan dengan
sebenar-benarnya menghasilkan seorang yang ahli dan professional disuatu bidang
yang bisa bermanfaat untuk kemaslahatan orang banyak.
Keempat, konsep pendidikan seakan mendoktrinasi bahwa semua
yang dikatakan oleh pengajar di kelas adalah mutlak kebenarannya, dan bagi yang
melanggar atau mengkritisi dianggap membelot dan melawan, sehingga seorang
peserta didik terlalu takut berbuat salah dan menelaah kebenaran yang
disampaikan oleh pengajar tersebut. Hal inilah yang membuat mayoritas penduduk
Indonesia menjadi pribadi yang tidak berkembang dan memanfaatkan berbagai cara
untuk seolah berperilaku baik didepan pengajar agar selalu dianggap baik dan
benar tanpa memedulikan cara yang mereka lakukan. "Keinginan mengejar
kesuksesan dan kekayaan secara instan tanpa menghargai proses untuk mencapainya
seakan sudah menjadi kebiasaan yang mendarah daging"
Kelima, yaitu paradigma takut untuk kalah.Paradigma
masyarakat yang terlalu takut untuk tersaingi dan takut akan kehilangan
eksistensi membuat mereka terlalu takut untuk mengambil resiko dan bertindak
benar meski itu pahit untuk dilakukan karena harus bersaing.
Keenam, adalah takut untuk keluar dari zona nyaman.
Masyarakat masih terlalu takut untuk meninggalkan kenyamanan yang telah ia
peroleh.Banyak kasus dapat ditemui apabila seseorang telah mendapatkan sebuah
pekerjaan namun tiba-tiba dia dihadapkan dengan sebuah masalah, maka karena
alasan takut kehilangan pekerjaan, kecuranganpun dilakukan.
Pola pikir seperti
itulah yang membuat karakter suatu bangsa lemah dan tidak berkembang. Keinginan
mengejar kesuksesan dan kekayaan secara instan tanpa menghargai proses untuk
mencapainya seakan sudah menjadi kebiasaan yang mendarah daging.
B.
Solusi
Memahami
kekurangan, menelaah paradigma berpikir, dan menemukan solusi yang tepat adalah
kunci utama untuk bergerak memajukan sistem pendidikan bangsa. Namun kita bisa
mengambil sebuah pembelajaran dari masalah-masalah tersebut dengan menentukan
solusi.
Penyeleseian
permasalahan pendidikan di atas dapat dimulai dari:
1.
Menghargai
sebuah Proses. Penghargaan pada pribadi yang mengutamakan pengabdian bukan pada
kekayaan, perlu ditumbuhkan dan dibiasakan.
2.
Mengubah
paradigma yang mengukur kebenaran berdasarkan jawaban bukan kejujuran. Sistem
pendidikan yang menghargai kejujuran dan rasa cinta peserta didik terhadap
sesuatu akan membentuk karakter yang tulus dalam pengabdiannya kelak dan tidak
hanya mengejar eksistensi dan popularitas.
3.
Jangan
bekali peserta didik hanya dengan teori eksak. Dalam sebuah lingkungan
pendidikan yang lebih diutamakan adalah pembelajaran terhadap konsep kehidupan (Life Skill) seperti kejujuran,
kedisiplinan, tanggung jawab dan kepemimpinan.
4.
Utamakan passion, biarkanlah peserta didik
memilih apa yang ia sukai dalam belajar, sehingga timbul rasa cinta dan
melahirkan generasi yang bekerja atas dasar kecintaan bukan keinginan yang
serakah.
5.
Berani
mengambil resiko dan tidak takut untuk kalah. Keberanian untuk memperjuangkan
kebenaran perlu untuk selalu ditanamkan dalam pribadi peserta didik, sehingga
kelak mereka tidak mudah terbawa arus kehidupan yang negatif.
6.
Kita
perlu memahami bahwa Guru bukan dewa ataupun robot. Seorang pengajar diharapkan
berperan bukan hanya untuk meluluskan peserta didik dari standar kurikulum yang
ada, melainkan menanamkan jiwa-jiwa kejujuran dan kepemimpinan dalam upaya
membentuk karakter Generasi Muda yang tangguh dan bermartabat.
Seorang
pengajar pun dilarang untuk menghakimi seorang peserta didik sesuai dengan apa
yang dia pahami, melainkan memberi kesempatan peserta didik untuk menentukan
sendiri baik dan buruknya sesuatu sambil mengarahkan dengan penuh kasih sayang.
Melalui
penjabaran di atas dalam penerapan sebuah sistem pendidikan diharapkan mampu
menciptakan generasi terdidik yang cerdas, berkarakter, memiliki integritas dan
idealisme yang tinggi, demi terlahirnya generasi emas yang siap menyambut
estafet kepemimpinan negeri ini di masa yang akan datang.
Sumber, Muhammad Ainun
Taimiyah Indra. 2015. 6 kunci mencapai Lingkungan Pendidikan Yang Idela. Diperoleh
dari https://www.selasar.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar