Metode Filsafat
A. Pengertian
Metode
Metode
bersal dari kata Yunani Methodos, sumbangan kata depan meta (ialah :
menuju, melalaui, mengikuti, sesudah), dan kata bendah odos (ialah :
jalan, Perjalanan, cara, arah). Kata Methodos sendiri berarti : penelitian,
metode ilmiah, hipotesa ilmiah. Metode ialah: cara bertindak menurut system
aturan tertentu. Maksud metode ialah : supaya kegiatan praktis terlaksana
secara rasional dan terarah, agar mencapai hasil optimal.
B. Hubungan
Metode Dan Filsafat
Hubungan
metode dan filsafat, sangat berhubungan sekali karena secara tidak
langsung filsafat pun membutuhkan metode untuk mempermudah dalam berfilsafat,
dan untuk mempelajari filsafat ada tiga macam,yaitu metode mempelajari
filasafat, metode sistematis, dan metode keritis.
C. Macam-macam
Metode Filsafat
Jumlah
metode filsafat hampir sama banyaknya dengan definisi dari para ahli dan filsuf
sendiri karena metode ini adalah suatu alat pendekatan untuk mencapai hakikat
sesuai dengan corak pandangan filsuf itu sendiri. Penjelasan secara singkat metode-metode
filsafat adalah sebagai berikut:
1. Metode
Zeno : Reductio ad Absurdum
Zeno
dikenal sebagai seorang pemikir jenius yang berhasil mengembangkan metode
untuk meraih kebenaran, dengan membuktikan kesalahan premis-premis lawan, cara
yang ia gunakana ialah mereduksikannya menjadi suatu kontradiksi sehingga
konklusinya pun menjadi mustahil (reduction ad absurdum ).
Dengan
metode reductio ad absurdum Zeno mengatakan bahwa seandainya ada banyak
titik yang terdapat di antara titik A dan titik B, berarti kita
juga harus mengakui adanya suatu jumlah tak terbatas karena akan senantiasa
terdapat titik di antara titik-titik itu, dan demikian seterusnya. Akan tetapi,
ternyata bahwa orang dapat berjalan dari A ke B, dan itu berarti bahwa jarak A
ke B dapat dilintasi. Oleh karena itu, hipotesis semula, yang menyatakan
bahwa ada banyak titik yang terdapat di antara titik A dan B adalah tidak
benar. Jadi, jelas bahwa pluralitas itu absurd, tidak masuk
akal, dan mustahil.
Metode
Zeno memberi nilai abadi bagi filsafat karena memang tidak satu pun
pernyataan yang melahirkan pertentangan dapat dianggap benar. Metode yang
dikembangkan oleh Zeno sangat berguna dalam suatu perdebatan karena dengan
metode itu ia telah memberi dasar yang kokoh bagi argumentasi-argumentasi yang
rasional dan logis. Zeno juga dikenal sebagai orang pertama yang
menggunakan metode dialektik, dalam arti mencari kebeneran lewat
perdebatan atau bersoal jawab secara sistematis.
2. Metode
Sokrates : Maieutik Dialektis Kritis Induktif
Pemikiran
Sokrates terpusat kepada manusia. Dengan kata lain, manusia menjadi
titik perhatian paling utama dalam filsafat Sokrates. Bagi Sokrates, kebenaran
objektif yang hendak digapai bukanlah semata-mata untuk membangun suatu ilmu
pengetahuan teoritis yang abstrak, tetapi justru untuk meraih
kebajikan karena, menurut Sokrates, filsafat adalah upaya untuk mencapai
kebajikan. Kebajikan itu harus tampak lewat tingkah laku manusia yang pantas,
yang baik dan terpuji.
Untuk menggapai kebenaran objektif itu,
Sokrates menggunakan suatu metode yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang
amat erat digenggamnya.Sokrates begitu yakin bahwa pengetahuan akan kebenaran
objektif itu tersimpan dalam jiwa setiap orang sejak masa
praeksistensinya. Karena itu, Sokrates tidak pernah mengajar tentang
kebenaran itu, melainkan berupaya untuk menolong dan mengungkapkan apa yang
memang ada dan tersimpan dalam jiwa seseorang. Sokrates merasa terpanggil untuk
melakukan tugas yang mirip ibunya (ibunya adalah bidan), maka cara yang
digunakannya pun disebutnya maieutika tekne (teknik kebidanan).
Sokrates
mempraktekan teknik kebidanan itu lewat percakapan. Lewat percakapan demikian
itulah ia melihat dengan jelas adanya kebenaran-kebenaran individual yang ternyata
bersifat universal. Dengan demikian, ia telah memperkokoh dasar berpikir
induktif yang kemudian akan dikembangkan oleh para pemikir lainnya. Lewat
dialog-dialog kritis, Sokrates menggiring orang untuk menemukan kebenaran yang
sesungguhnya. Karena Sokrates selalu mengajak orang untuk bercakap-cakap, metode
yang digunakannya disebut metode dialektik.
3. Metode
Plato: Deduktif Spekulatif Transendental
Plato
memusatkan perhatiannya pada bidang yang amat luas, yaitu mencakup seluruh ilmu
pengetahuan. Inti dan dasar dari seluruh filsafat Plato ialah ajaran-ajaran tentang
ide-ide. Plato percaya bahwa ide yang tertangkap oleh pikiran lebih nyata dari pada
objek-objek material yang terlihat oleh mata. Hanya ide yang merupakan realitas
yang sesungguhnya dan abadi. Dunia indrawi adalah suatu realitas yang
tetap dan berubah-ubah, dan itulah yang dialami manusia.
Apa yang disebut pengetahuan sebenarnya hanya
merupakan ingatan terhadap apa yang telah diketahuinya di dunia ide-konon
sebelum berada didunia indrawi, manusia pernah berdiam di dunia ide. Jelas
bahwa dunia ide itu berada di luar pengalaman manusia di dunia, mengatasi
realitas yang tampak, dan keberadaannya terlepas dari dunia indrawi. Karena
itu, system pemikiran Plato bersifat transcendental. Karena itu pula,
secara menyeluruh dapat dikatakan bahwa metode filsafat Plato
adalah metode deduktif spekulatif transcendental.
4. Metode
Aristoteles: Silogistis Deduktif
Aristoteles
mengatakan bahwa ada dua metode yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan
demi memperoleh pengetahuan dan kebenaran baru. Kedua metode itu
disebut metode induktif dan metode deduktif.Induksi ialah caramenarik
konklusi yang bersifat umum dari hal-hal khusus. Deduktif adalah cara
menarik konklusi yang bertolak dari sifat umum ke khusus. Baik deduksi maupun
induksi, keduanya dipaparkan oleh Aristoteles di dalam logika.
Inti
logika adalah silogisme. Silogisme merupakan alat dan mekanisme penalaran untuk
menarik konklusi yang benar berdasarkan premis-premis yang benar. Bagi
Aristoteles, metode deduksi merupakan metode terbaik untuk memperoleh konklusi
demi mencapai kebenaran dan pengetahuan baru. Demikianlah metodenya dikenal
sebagai metode silogistis deduktif.
Setiap
silogisme terdiri atas dua premis dan satu konklusi. Berikut adalah contoh
silogisme:
Semua manusia adalah
makhluk sosial (umum/universal)
Joni
adalah manusia (khusus/particular)
Joni adalah makhluk
sosial
(kesimpulan/konklusi)
Immanuel
Kant mengatakan bahwa logika yang diciptakan Aristoteles sejak semula
sudah sempurna sehingga tidak mungkin bertambah sedikit pun.
5. Metode
Plotinos : Kontemplatif-Mistis
Plotinos
merupaka filsuf neoplatonis. Filsafat Plotinos didasarkan pada ajaran Plato,
khususnya mengenai ide kebaikan selaku ide yang tertinggi di dalam filsafat
Plato. Karena Plotinos menggunakan istilah-istilah dan mengembangkan
dasar-dasar pemikiran Plato, filsafat Plotinos disebut neoplatonisme. Tetapi
tidak berarti ia hanya mempelajari filsafat Plato, ia mempelajari berbagai
filsafat lainnya. Filsafat Plotinos merupakan sintesis dari semua filsafat yang
mendahuluinya walaupun memang terlihat dengan jelas bahwa pengaruh Platonisme
sangat dominan.
Ide
kebaikan atau yang sangat baik, selaku ide tertinggi bagi Plato, oleh Platinos
disebut ‘to hen’ atau yang esa/the one.Yang esa itu adalah yang awal
atau yang pertama, yang paling baik, paling tinggi, dan yang kekal.Yang esa
itu adalah pusat daya dan kekuatan.Seluruh realitas merupakan pancaran
dari yang esa. Proses yang mengalir keluar disebutemanasi. Walaupun emanasi
terjadi, tetapi yang esa itu tidak pernah berkurang atau berubah.
Dalam
proses emanasi, yang pertama kali keluar merupakan ‘nous’. Nous sangat
sulit diterjemahkan. Ada yang menerjemahkannya dengan budi, akal, dan
juga roh. Nous itu berada paling dekat dengan ‘to hen’. Nous
merupakan gambaran atau bayang-bayang dari ‘to hen’.
Kemudian
dari nous, keluar yang Platinos sebut ‘psykhe’ atau jiwa. Psykhe
merupakan sesuatu yang memiliki tingkat lebih rendah dari pada nous. Psykhe
berada di antara nous dan materi. Oleh sebab itu psykhe dapat dikatakan sebagai
penghubung antara roh dan materi, lalu melahirkan suatu tubuh, yang pada
hakikatnya berlawanan dengan nous dan to hen.
Hal
itu merupakan penyimpangan dari semestinya, yang berarti penyimpangan dari kebenaran.
Untuk mencapai kebenaran, manusia harus kembali ke to hen dan menyatu
dengannya. Itulah yang menjadi tujuan hidup manusia.
Filsafat
Plotinos merupakan suatu sistem yang hendak menjelaskan asal mula dan tujuan
seluruh realitas, termasuk manusia. Menurutnya filsafat bukan hanya merupakan
doktrin melainkan juga merupakan suatu jalan kehidupan. Karena itu metode
Plotinos disebut metode kontemplatif-mistis.
6. Metode
Descartes: Skeptis
Filsafat
Descartes yang paling terkenal yaitu: cogito ergo sum, (aku berpikir maka
aku ada). Bagi Descartes, manusia harus menjadi titik berangkat
dari pemikiran yang rasional demi mencapai kebenaran yang pasti.
Untuk mencapai kebenaran yang pasti itu, rasio harus berperan semaksimal
mungkin.
Cara
untuk mencapai kebenaran dengan pasti, membutuhkan keraguan. Apabila
melalui keraguan yang begitu radikal ada suatu kebenaran yang sanggup bertahan
sehingga tidak mungkin lagi diragukan kebenarannya, maka kebenaran itu adalah
kebenaran yang pasti. Setelah meragukan segala sesuatu, Descartes menemukan
bahwa ada satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu: saya sedang meragukan
segala sesuatu, sedang berpikir, dan jika saya sedang berpikir itu berarti
tidak dapat diragukan lagi bahwa saya pasti ada. Ini karena tidak mungkin yang
tidak ada dapat berpikir dan dapat meragukan segala sesuatu.
Descartes
menciptakan metode ini, tetapi ia bukan penganut skeptisisme yang
menyangsikan segala-galanya dan mengatakan bahwa apa yang dinamakan pengetahuan
itu tidak ada. Keraguan Descartes hanya keraguan metodis.
7. Metode
Immanuel Kant: Kritis Transendental
Secara harafiah
kata kritik berarti “pemisahan”. Filsafat Kant bermaksud membeda-bedakan
antara pengenalan yang murni dan yang tidak murni, yang tiada kepastiannya. Ia
ingin membersihkan pengenalan dari keterikatannya kepada segala penampakan yang
bersifat sementara. Jadi filsafatnya dimaksud sebagai penyadaran atas
kemampuan-kemampuan rasio secara objektif dan menentukan batas-batas
kemempuannya untuk memberi tempat kepada keyakinan.
Immanuel
Kant melihat teori kritis dari pengambilan suatu ilmu pengetahuan secara
subyektif sehingga akan membentuk paradigma segala sesuatu secara subyektif
pula. Kant menumpukkan analisisnya pada aras epistemologis. Untuk menemukan
kebenaran, Kant mempertanyakan “condition of possibility” bagi
pengetahuan. Bisa juga disederhanakan bahwa kitik Kant terhadap epistemologi
tentang “kapasitas rasio dalam persoalan pengetahuam” bahwa rasio dapat
menjadi kritis terhadap kemampuannya sendiri dan dapat menjadi ‘pengadilan
tinggi’. Kritik ini bersifat transendental.
Kritik
dalam pengertian pemikiran Kant adalah kritik sebagai kegiatan menguji
kesahihan klaim pengetahuan tanpa prasangka. Selanjutnya filsafat Kant ini
disebut juga sebagai filsafat transendental (transcendental philosophy). Filsafat
transendental adalah filsafat yang berurusan bukan untuk mengetahui objek
pengalaman melainkan bagaimana subjek (manusia) bisa mengalami dan mengetahui
sesuatu. Filsafat transendental itu tidak memusatkan diri dengan urusan
mengetahui dan mengumpulkan realitas kongkrit seperti misalnya pengetahuan
tentang anatomi tubuh binatang, geografis, dan sebagainya, melainkan berurusan
dengan mengetahui hukum-hukum yang mengatur pengalaman dan pemikiran manusia
tentang anatomi tubuh binatang, dan sebagainya. Hukum-hukum itu oleh Kant
disebut hukum a priori (hukum yang dikonstruksi akal budi manusia)
dan bukan hukum yang berdasarkan pengetahuan inderawi (a posteriori).
Untuk
menjalankan usahanya ini, Kant memulai dari kritik atas rasio murni, lalu
kritik atas rasio praktis, dan kemudian kritik atas daya
pertimbangan.
Sumber, Mufakkirin,
Riyadatul. 2014. Metodologi Filsafat. Diperoleh dari http://ridmfakslow.blogspot.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar