Sabtu, 10 Desember 2016

Metode Filsafat

Metode Filsafat
A.    Pengertian Metode
Metode bersal dari kata Yunani Methodos, sumbangan kata depan meta (ialah : menuju, melalaui, mengikuti, sesudah), dan kata bendah odos (ialah : jalan, Perjalanan, cara, arah). Kata Methodos sendiri berarti : penelitian, metode ilmiah, hipotesa ilmiah. Metode ialah: cara bertindak menurut system aturan tertentu. Maksud metode ialah : supaya kegiatan praktis terlaksana secara rasional dan terarah, agar mencapai hasil optimal.
B.     Hubungan Metode Dan Filsafat
     Hubungan metode dan filsafat, sangat  berhubungan sekali karena secara tidak langsung filsafat pun membutuhkan metode untuk mempermudah dalam berfilsafat, dan untuk mempelajari filsafat ada tiga macam,yaitu metode mempelajari filasafat, metode sistematis, dan metode keritis.
C.     Macam-macam Metode Filsafat
Jumlah metode filsafat hampir sama banyaknya dengan definisi dari para ahli dan filsuf sendiri karena metode ini adalah suatu alat pendekatan untuk mencapai hakikat sesuai dengan corak pandangan filsuf itu sendiri. Penjelasan secara singkat metode-metode filsafat adalah sebagai berikut:
1.      Metode Zeno : Reductio ad Absurdum
Zeno dikenal sebagai seorang pemikir jenius yang berhasil mengembangkan metode untuk meraih kebenaran, dengan membuktikan kesalahan premis-premis lawan, cara yang ia gunakana ialah mereduksikannya menjadi suatu kontradiksi sehingga konklusinya pun menjadi mustahil (reduction ad absurdum ).
Dengan metode reductio ad absurdum Zeno mengatakan bahwa seandainya ada banyak titik yang terdapat di antara titik A dan titik B, berarti kita juga harus mengakui adanya suatu jumlah tak terbatas karena akan senantiasa terdapat titik di antara titik-titik itu, dan demikian seterusnya. Akan tetapi, ternyata bahwa orang dapat berjalan dari A ke B, dan itu berarti bahwa jarak A ke B dapat dilintasi. Oleh karena itu, hipotesis semula, yang menyatakan bahwa ada banyak titik yang terdapat di antara titik A dan B adalah tidak benar. Jadi, jelas bahwa pluralitas itu absurd, tidak masuk akal, dan mustahil.
Metode Zeno memberi nilai abadi bagi filsafat karena memang tidak satu pun pernyataan yang melahirkan pertentangan dapat dianggap benar. Metode yang dikembangkan oleh Zeno sangat berguna dalam suatu perdebatan karena dengan metode itu ia telah memberi dasar yang kokoh bagi argumentasi-argumentasi yang rasional dan logis. Zeno juga dikenal sebagai orang pertama yang menggunakan metode dialektik, dalam arti mencari kebeneran lewat perdebatan atau bersoal jawab secara sistematis.
2.      Metode Sokrates : Maieutik Dialektis Kritis Induktif
Pemikiran Sokrates terpusat kepada manusia. Dengan kata lain, manusia menjadi titik perhatian paling utama dalam filsafat Sokrates. Bagi Sokrates, kebenaran objektif yang hendak digapai bukanlah semata-mata untuk membangun suatu ilmu pengetahuan teoritis yang abstrak, tetapi justru untuk meraih kebajikan karena, menurut Sokrates, filsafat adalah upaya untuk mencapai kebajikan. Kebajikan itu harus tampak lewat tingkah laku manusia yang pantas, yang baik dan terpuji.
 Untuk menggapai kebenaran objektif itu, Sokrates menggunakan suatu metode yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang amat erat digenggamnya.Sokrates begitu yakin bahwa pengetahuan akan kebenaran objektif itu tersimpan dalam jiwa setiap orang sejak masa praeksistensinya. Karena itu, Sokrates tidak pernah mengajar tentang kebenaran itu, melainkan berupaya untuk menolong dan mengungkapkan apa yang memang ada dan tersimpan dalam jiwa seseorang. Sokrates merasa terpanggil untuk melakukan tugas yang mirip ibunya (ibunya adalah bidan), maka cara yang digunakannya pun disebutnya maieutika tekne (teknik kebidanan).
Sokrates  mempraktekan teknik kebidanan itu lewat percakapan. Lewat percakapan demikian itulah ia melihat dengan jelas adanya kebenaran-kebenaran individual yang ternyata bersifat universal. Dengan demikian, ia telah memperkokoh dasar berpikir induktif yang kemudian akan dikembangkan oleh para pemikir lainnya. Lewat dialog-dialog kritis, Sokrates menggiring orang untuk menemukan kebenaran yang sesungguhnya. Karena Sokrates selalu mengajak orang untuk bercakap-cakap, metode yang digunakannya disebut metode dialektik.
3.      Metode Plato: Deduktif Spekulatif Transendental
Plato memusatkan perhatiannya pada bidang yang amat luas, yaitu mencakup seluruh ilmu pengetahuan. Inti dan dasar dari seluruh filsafat Plato ialah ajaran-ajaran tentang ide-ide. Plato percaya bahwa ide yang tertangkap oleh pikiran lebih nyata dari pada objek-objek material yang terlihat oleh mata. Hanya ide yang merupakan realitas yang sesungguhnya dan abadi. Dunia indrawi adalah suatu realitas yang tetap dan berubah-ubah, dan itulah yang dialami manusia.
 Apa yang disebut pengetahuan sebenarnya hanya merupakan ingatan terhadap apa yang telah diketahuinya di dunia ide-konon sebelum berada didunia indrawi, manusia pernah berdiam di dunia ide. Jelas bahwa dunia ide itu berada di luar pengalaman manusia di dunia, mengatasi realitas yang tampak, dan keberadaannya terlepas dari dunia indrawi. Karena itu, system pemikiran Plato bersifat transcendental. Karena itu pula, secara menyeluruh dapat dikatakan bahwa metode filsafat Plato adalah metode deduktif spekulatif transcendental.
4.      Metode Aristoteles: Silogistis Deduktif
Aristoteles mengatakan bahwa ada dua metode yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan demi memperoleh pengetahuan dan kebenaran baru. Kedua metode itu disebut metode induktif dan metode deduktif.Induksi ialah caramenarik konklusi yang bersifat umum dari hal-hal khusus. Deduktif adalah cara menarik konklusi yang bertolak dari sifat umum ke khusus. Baik deduksi maupun induksi, keduanya dipaparkan oleh Aristoteles di dalam logika.
Inti logika adalah silogisme. Silogisme merupakan alat dan mekanisme penalaran untuk menarik konklusi yang benar berdasarkan premis-premis yang benar. Bagi Aristoteles, metode deduksi merupakan metode terbaik untuk memperoleh konklusi demi mencapai kebenaran dan pengetahuan baru. Demikianlah metodenya dikenal sebagai metode silogistis deduktif.
Setiap silogisme terdiri atas dua premis dan satu konklusi. Berikut adalah contoh silogisme:
Semua manusia adalah makhluk sosial           (umum/universal)
Joni adalah    manusia                                      (khusus/particular)
Joni adalah makhluk sosial                             (kesimpulan/konklusi)
Immanuel Kant mengatakan bahwa logika yang diciptakan Aristoteles sejak semula sudah sempurna sehingga tidak mungkin bertambah sedikit pun.
5.      Metode Plotinos : Kontemplatif-Mistis
Plotinos merupaka filsuf neoplatonis. Filsafat Plotinos didasarkan pada ajaran Plato, khususnya mengenai ide kebaikan selaku ide yang tertinggi di dalam filsafat Plato. Karena Plotinos menggunakan istilah-istilah dan mengembangkan dasar-dasar pemikiran Plato, filsafat Plotinos disebut neoplatonisme. Tetapi tidak berarti ia hanya mempelajari filsafat Plato, ia mempelajari berbagai filsafat lainnya. Filsafat Plotinos merupakan sintesis dari semua filsafat yang mendahuluinya walaupun memang terlihat dengan jelas bahwa pengaruh Platonisme sangat dominan.
Ide kebaikan atau yang sangat baik, selaku ide tertinggi bagi Plato, oleh Platinos disebut ‘to hen’ atau yang esa/the one.Yang esa itu adalah yang awal atau yang pertama, yang paling baik, paling tinggi, dan yang kekal.Yang esa itu adalah pusat daya dan kekuatan.Seluruh realitas merupakan pancaran dari yang esa. Proses yang mengalir keluar disebutemanasi. Walaupun emanasi terjadi, tetapi yang esa itu tidak pernah berkurang atau berubah.
Dalam proses emanasi, yang pertama kali keluar merupakan ‘nous’. Nous sangat sulit diterjemahkan. Ada yang menerjemahkannya dengan budi, akal, dan juga roh. Nous itu berada paling dekat dengan ‘to hen’. Nous merupakan gambaran atau bayang-bayang dari ‘to hen’.
Kemudian dari nous, keluar yang Platinos sebut ‘psykhe’ atau jiwa. Psykhe merupakan sesuatu yang memiliki tingkat lebih rendah dari pada nous. Psykhe berada di antara nous dan materi. Oleh sebab itu psykhe dapat dikatakan sebagai penghubung antara roh dan materi, lalu melahirkan suatu tubuh, yang pada hakikatnya berlawanan dengan nous dan to hen.
Hal itu merupakan penyimpangan dari semestinya, yang berarti penyimpangan dari kebenaran. Untuk mencapai kebenaran, manusia harus kembali ke to hen dan menyatu dengannya. Itulah yang menjadi tujuan hidup manusia.
Filsafat Plotinos merupakan suatu sistem yang hendak menjelaskan asal mula dan tujuan seluruh realitas, termasuk manusia. Menurutnya filsafat bukan hanya merupakan doktrin melainkan juga merupakan suatu jalan kehidupan. Karena itu metode Plotinos disebut metode kontemplatif-mistis.
6.      Metode Descartes: Skeptis
Filsafat Descartes yang paling terkenal yaitu: cogito ergo sum, (aku berpikir maka aku ada). Bagi Descartes, manusia harus menjadi titik berangkat dari pemikiran yang rasional demi mencapai kebenaran yang pasti. Untuk mencapai kebenaran yang pasti itu, rasio harus berperan semaksimal mungkin.
Cara untuk mencapai kebenaran dengan pasti, membutuhkan keraguan. Apabila melalui keraguan yang begitu radikal ada suatu kebenaran yang sanggup bertahan sehingga tidak mungkin lagi diragukan kebenarannya, maka kebenaran itu adalah kebenaran yang pasti. Setelah meragukan segala sesuatu, Descartes menemukan bahwa ada satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu: saya sedang meragukan segala sesuatu, sedang berpikir, dan jika saya sedang berpikir itu berarti tidak dapat diragukan lagi bahwa saya pasti ada. Ini karena tidak mungkin yang tidak ada dapat berpikir dan dapat meragukan segala sesuatu.
Descartes menciptakan metode ini, tetapi ia bukan penganut skeptisisme yang menyangsikan segala-galanya dan mengatakan bahwa apa yang dinamakan pengetahuan itu tidak ada. Keraguan Descartes hanya keraguan metodis.
7.      Metode Immanuel Kant: Kritis Transendental
Secara harafiah kata kritik berarti “pemisahan”. Filsafat Kant bermaksud membeda-bedakan antara pengenalan yang murni dan yang tidak murni, yang tiada kepastiannya. Ia ingin membersihkan pengenalan dari keterikatannya kepada segala penampakan yang bersifat sementara. Jadi filsafatnya dimaksud sebagai penyadaran atas kemampuan-kemampuan rasio secara objektif dan menentukan batas-batas kemempuannya untuk memberi tempat kepada keyakinan.
Immanuel Kant melihat teori kritis dari pengambilan suatu ilmu pengetahuan secara subyektif sehingga akan membentuk paradigma segala sesuatu secara subyektif pula. Kant menumpukkan analisisnya pada aras epistemologis. Untuk menemukan kebenaran, Kant mempertanyakan “condition of possibility” bagi pengetahuan. Bisa juga disederhanakan bahwa kitik Kant terhadap epistemologi tentang “kapasitas rasio dalam persoalan pengetahuam” bahwa rasio dapat menjadi kritis terhadap kemampuannya sendiri dan dapat menjadi ‘pengadilan tinggi’. Kritik ini bersifat transendental.
Kritik dalam pengertian pemikiran Kant adalah kritik sebagai kegiatan menguji kesahihan klaim pengetahuan tanpa prasangka. Selanjutnya filsafat Kant ini disebut juga sebagai filsafat transendental (transcendental philosophy). Filsafat transendental adalah filsafat yang berurusan bukan untuk mengetahui objek pengalaman melainkan bagaimana subjek (manusia) bisa mengalami dan mengetahui sesuatu. Filsafat transendental itu tidak memusatkan diri dengan urusan mengetahui dan mengumpulkan realitas kongkrit seperti misalnya pengetahuan tentang anatomi tubuh binatang, geografis, dan sebagainya, melainkan berurusan dengan mengetahui hukum-hukum yang mengatur pengalaman dan pemikiran manusia tentang anatomi tubuh binatang, dan sebagainya. Hukum-hukum itu oleh Kant disebut hukum a priori (hukum yang dikonstruksi akal budi manusia) dan bukan hukum yang berdasarkan pengetahuan inderawi (a posteriori).
Untuk menjalankan usahanya ini, Kant memulai dari kritik atas rasio murni, lalu kritik atas rasio praktis, dan kemudian kritik atas daya pertimbangan.  
Sumber, Mufakkirin, Riyadatul. 2014. Metodologi Filsafat. Diperoleh dari http://ridmfakslow.blogspot.co.id


Tidak ada komentar:

Posting Komentar