Bidang
Telaah Filsafat
Filsafat
menelaah segala masalah yang mungkin selalu dipikirkan oleh manusia. Sesuai
dengan fungsinya sebagai printis ilmu baru, filsafat mempermasalahkan
hal-hal yang pokok. Jika sudah terjawab masalah yang satu, maka filsafat pun
mulai merambah kepada pertanyaan-pertanyaan yang lain. Seperti halnya permasalahan yang dikaji filsafat seperti
berikut :
1.
What is a man ?
2.
What is ?
3.
What ?
Maksud
pertanyaan diatas adalah, bahwa dalam hal ini terdapat 3 tahapan untuk
menyikapi permasalahan-permasalahan tersebut, yakni :
·
Tahap Pertama
Pada tahap pertama, filsafat
mempersoalkan “siapakah manusia itu?”. Tahap ini dapat dihubungkan dengan
segenap pemikiran ahli-ahli filsafat sejak zaman Yunani Kuno sampai sekarang
yang tidak pernah selesai mempermasalahkan makhluk yang satu ini. tanpa
kita sadari, bahwa tiap ilmu, terutama ilmu-ilmu sosial (social sciences), mempunyai asumsi tertentu tentang
manusia yang menjadi peran utama dalam kajian keilmuannya. Mungkin ada baiknya
jika kita mengambil contoh yang sedikit berdekatan, yitu ilmu ekonomi dan manajemen.
Kedua ilmu ini mempunyai asumsi yang berbeda-beda tentang manusia.
Asumsi
menurut ilmu ekonomi bahwa manusia adalah makhluk ekonomi, yang bertujuan
mencari kenikmatan sebesar-besarnya dan menjauhi ketidaknyamanan sebisa mungkin.
Dia adalah makhluk hedonis yang tak pernah merasa cukup. Atau dalam
proposisi ilmiahnya : mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan
pengorbanan sekecil-kecilnya. Sedangkan ilmu manajemen, mempunyai asumsi yang
berbeda tentang manusia. Karena bidang telaahan ilmu manajemen, lain halnya
dengan ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi, bertujuan menelaah hubungan manusia
dengan barang atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan
ilmu manajemen, bertujuan untuk menelaah tentang "kerja sama"
antar sesama manusia, untuk mencapai suatu tujuan yang disetujui bersama (atau
dengan kata lain, musyawarah untuk mufakat).
Mengkaji
permasalahan-permasalahan manajemen dengan asumsi manusia dalam kegiatan
ekonomis, bisa menyebabkan timbulnya kekacauan dalam analisis yang
bersifat akademik. Demikian juga, mengkaji permasalahan-permasalahan
ekonomi dengan asumsi yang lain di luar makhluk ekonomi (katakanlah
makhluk sosial, seperti asumsi dalam manajemen), bisa menjadikan ilmu
ekonomi menjadi moral terapan, mundur sekian ratus tahun ke Abad
Pertengahan. "....The right (assumption of) man on the right
place....". Mungkin kalimat ini perlu kita gantung di tiap-tiap pintu
masing-masing disiplin keilmuan.
·
Tahap Kedua
Tahap yang kedua ini adalah pertanyaan-pertanyaan
yang berkisar tentang ada (wujud), tentang hidup, dan tentang eksistensi manusia.
Apakah hidup ini sebenarnya ? Ataukah hidup ini sama sekali tidak masuk akal,
arah tanpa bentuk, bagaikan amoeba yang berzig-zag ? atau apakah
nasib itu sama ? Atau barangkali suatu maksud ?
Ketika 2 abad berselang setelah
Bruder Juniper menciptakan sastra klasiknya, yakni The Bridge of San Luis
Rey yang sangat termasyhur itu, satu-satunya jembatan yang paling indah di
seluruh Peru ambruk, hingga melemparkan 5 orang ke dalam jurang yang sangat
dalam itu. Adalah hal yang sangat sulit untuk mengetahui kehendak Tuhan, namun
sama sekali tidak berarti bahwa hal ini tidak akan pernah bisa kita ketahui,
dan mengatakan bahwa Tuhan tidak pernah berpihak kepada kita, hingga mengatakan
bahwa Tuhan terhadap kita adalah bagaikan lalat yang dibunuh kanak-kanak pada
suatu hari di musim panas. Dengan nasib jadi algojo yang kejam;
Namun demikian, jika kita ingin
mengkaji permasalahan-permasalahan semacam itu; baik tentang genetika, social engineering, atau bahkan bayi
tabung; maka asas-asasnya tidak terdapat dalam ruang lingkup teori-teori
ilmiah. Kita harus berpaling kepada filsafat (bukan berpaling dari
filsafat), kemudian memilih-milih landasan moral; apakah suatu kegiatan ilmiah
secara etis dapat dipertanggungjawabkan atau tidak.
·
Tahap Ketiga
Pada tahap
yang ketiga ini skenarionya bermula pada suatu pertemuan ilmiah
"tingkat tinggi". Filsuf kelahiran Austria, yakni Ludwig Josef Johann
Wittgenstein, menurutnya Tugas utama filsafat bukanlah sekedar menghasilkan
sesusun pernyataan filsafati, tetapi juga menyatakan sebuah pernyataan sejelas
mungkin. Masalah filsafat sebenarnya adalah masalah bahasa". Nah, dengan
demikian maka epistemologi dan bahasa merupakan gumulan utama
para filsuf dalam tahap ini. Bahasa, yang secara filsafati bukan cuma
merupakan ilmu, melainkan sebagai bahasa non-verbal. Adalah merupakan
pokok pengkajian filsafat sejak abad 20an.
Sumber Anonym, Apa
Saja Bidang Telaah Filsafat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar