Jumat, 23 Desember 2016

Konsep Keselamatan Dalam Hinduanisme



Konsep Keselamatan Dalam Hinduanisme

        Jika filsafat India berusaha menjelaskan eksistensi dan hakikat kenyataan terakhir, maka Hinduanisme berusaha menemukan jalan bagi manusia yang kurang sempurna untuk bersatu dengan kenyataan terakhir . hinduanisme mengikuti jalan spiritual guna mencapai keselamatan. Hinduanisme adalah religi yang diresepsi oleh pengalaman-pengalaman mistis yang mendalam. Orang hindu tidak berhenti dalam mencari kebenaran, tapi berusaha merealisasikannya dalam pengalamannya sendiri.
        Pembebasan (moksa atau mukti) dalam Hinduanisme adalah pembebasan dari kondisi manusiawi, yaitu pembabasan dari perbuatan (karma) dalam segala bentuk perbuatan baik maupun buruk. Dengan pembabasan itu manusia sampai pada suatu keadaan yang mengatasi ruang dan waktu, di mana segalanya nampak menyatu.
        Kitab suci Hindu mengajarkan terikatnya manusia pada eksistensi fenomental sebagai berikut : kelahiran kembali (samsara) adalah konsekuensi dari perbuatan (karma). Perbutan ini muncul dari keinginan-keinginan (karma). Keinginan disebabkan oleh egoism (ahamkara). Jadi, manusia menjadi permainan keinginan-keinginan dan egoisme dari ketidaktahuan (avidya) akan hakikat sebebarnya dari realitas. Keselamatan harus di capai dengan meningkirkan segala hambatan tersebut.
        Dalam Upanishad, pembebasan bersifat nondualistik, berate tengelam dalam Brahman, prinsip tertinggi, seperti sungai masuk kedalam lautan. Dengan demikian manusia bebas dari kehidupan fenomenal dan beralih pada berada yang tidak terbatas, yakni bersatu dengan Brahman. Samkhya dan Yoga membatasi pembebasan sebagai kaivalyan, berarti pembebasan jiwa individual kedalam esensinya yang abadi. Hinduanisme mengajarkan tiga jalan pembebasan, yakni karma-marga, jnana dan bhakti. Berikut diuraikan secara singkat.
a.     Karma-marga; artinya askese, ketaatan kepada aturan-aturan agama. Askese Brahmanik pada mulanya terdiri dari kurban-kurban dan upacara. Pelaksana kurban menghubungkan kekutan-kekuatan surgawi dengan persembahan atau konstrasi mental. Sesudah mandi secara ritual imam melakukan pantang, bersemedi dalam kegelapan di antara api-api suci, dan bekomunikasi dengan dewa-dewa. Tapas (askese batin) bertujuan untuk mencapai kesatuan dengan alam dewa-dewa.
Bhagavidgita mengajarkan bahwa tindakan itu sendiri tidak membelengu manusia, tapi kelekatan kepada tindakan dan hasil perbuatan itulah yang membelenggunya. Bila suatu tindakan dilakukan tanpa rasa lekat sama sekali, maka tindakan itu tidak mengikat orang pada dunia. Tindakan yang benar akan membawa orang kepada ketidaklekatan (detachment). Dan rasa tidak lekat membawa orang pada tahap spirilualitas yang lebih tinggi, dan demikian menuju pembebasan
b.  Jnana, artinya mistisisme pengetahuan. Misalnya, dalam Yogasutra dari Patanjali, kebangkitan pada Allah bersama dengan disiplin badaniah dan ucapan-ucapan doa dianggap sebagai langkah efektif menuju pembebasan terakhir, yakni pemisah sempurna dari manusia individual dari semua yang bukan merupak dirinya sejati.
Mistisme advaita mengajurkan metode mistik lain: pengetahuan transcendental tentang diri batiniah manusia (atman). Pengetahuan diri adalah visi diri sendiri, suatu kesadaran akan idensitas dengan Brahman dalam pengertian intusi mistik. Kesadaran ini tidak dapat diproduksi, tak dapat dipikirkan, karena bukan suatu kerja.
c.    Bhakti; merupakan mistisisme cinta kasih. Bhakti adalah cinta anugrah  Tuhan pada seorang religious dalam penyerahan diri secara keseluruhan. Ini tercetus dalam kebaktian penuh cinta kepada seorang guru dimana Allah hadir dan kepada Allah sendiri. Ini mencakup partisipasi efektif dari orang yang berbakti kepada yang Ilahi.
Sumber, Massofa. 2011. Buku Pengantar Filsafat. Diperoleh dari  https://massofa.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar