Konsep Keselamatan Dalam Hinduanisme
Jika
filsafat India berusaha menjelaskan eksistensi dan hakikat kenyataan terakhir,
maka Hinduanisme berusaha menemukan jalan bagi manusia yang kurang sempurna
untuk bersatu dengan kenyataan terakhir . hinduanisme mengikuti jalan spiritual
guna mencapai keselamatan. Hinduanisme adalah religi yang diresepsi oleh
pengalaman-pengalaman mistis yang mendalam. Orang hindu tidak berhenti dalam
mencari kebenaran, tapi berusaha merealisasikannya dalam pengalamannya sendiri.
Pembebasan
(moksa atau mukti) dalam Hinduanisme adalah pembebasan dari kondisi manusiawi,
yaitu pembabasan dari perbuatan (karma) dalam segala bentuk perbuatan baik
maupun buruk. Dengan pembabasan itu manusia sampai pada suatu keadaan yang
mengatasi ruang dan waktu, di mana segalanya nampak menyatu.
Kitab
suci Hindu mengajarkan terikatnya manusia pada eksistensi fenomental sebagai
berikut : kelahiran kembali (samsara) adalah konsekuensi dari perbuatan
(karma). Perbutan ini muncul dari keinginan-keinginan (karma). Keinginan
disebabkan oleh egoism (ahamkara). Jadi, manusia menjadi permainan
keinginan-keinginan dan egoisme dari ketidaktahuan (avidya) akan hakikat
sebebarnya dari realitas. Keselamatan harus di capai dengan meningkirkan segala
hambatan tersebut.
Dalam
Upanishad, pembebasan bersifat nondualistik, berate tengelam dalam Brahman,
prinsip tertinggi, seperti sungai masuk kedalam lautan. Dengan demikian manusia
bebas dari kehidupan fenomenal dan beralih pada berada yang tidak terbatas,
yakni bersatu dengan Brahman. Samkhya dan Yoga membatasi pembebasan sebagai
kaivalyan, berarti pembebasan jiwa individual kedalam esensinya yang abadi.
Hinduanisme mengajarkan tiga jalan pembebasan, yakni karma-marga, jnana dan
bhakti. Berikut diuraikan secara singkat.
a. Karma-marga; artinya
askese, ketaatan kepada aturan-aturan agama. Askese Brahmanik pada mulanya
terdiri dari kurban-kurban dan upacara. Pelaksana kurban menghubungkan
kekutan-kekuatan surgawi dengan persembahan atau konstrasi mental. Sesudah
mandi secara ritual imam melakukan pantang, bersemedi dalam kegelapan di antara
api-api suci, dan bekomunikasi dengan dewa-dewa. Tapas (askese batin) bertujuan
untuk mencapai kesatuan dengan alam dewa-dewa.
Bhagavidgita
mengajarkan bahwa tindakan itu sendiri tidak membelengu manusia, tapi kelekatan
kepada tindakan dan hasil perbuatan itulah yang membelenggunya. Bila suatu
tindakan dilakukan tanpa rasa lekat sama sekali, maka tindakan itu tidak
mengikat orang pada dunia. Tindakan yang benar akan membawa orang kepada ketidaklekatan
(detachment). Dan rasa tidak lekat
membawa orang pada tahap spirilualitas yang lebih tinggi, dan demikian menuju
pembebasan
b. Jnana, artinya
mistisisme pengetahuan. Misalnya, dalam Yogasutra dari Patanjali, kebangkitan
pada Allah bersama dengan disiplin badaniah dan ucapan-ucapan doa dianggap
sebagai langkah efektif menuju pembebasan terakhir, yakni pemisah sempurna dari
manusia individual dari semua yang bukan merupak dirinya sejati.
Mistisme
advaita mengajurkan metode mistik lain: pengetahuan transcendental tentang diri
batiniah manusia (atman). Pengetahuan diri adalah visi diri sendiri, suatu
kesadaran akan idensitas dengan Brahman dalam pengertian intusi mistik.
Kesadaran ini tidak dapat diproduksi, tak dapat dipikirkan, karena bukan suatu
kerja.
c. Bhakti; merupakan
mistisisme cinta kasih. Bhakti adalah cinta anugrah Tuhan pada seorang religious dalam penyerahan
diri secara keseluruhan. Ini tercetus dalam kebaktian penuh cinta kepada
seorang guru dimana Allah hadir dan kepada Allah sendiri. Ini mencakup
partisipasi efektif dari orang yang berbakti kepada yang Ilahi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar