Sabtu, 10 Desember 2016

Filsafat Post Modern



Filsafat Post Modern (Post Modern Philosophy)
            Di dalam literature filsafat, biasanya dibahas kajian tentang sejarah filsafat yang terbagi menjadi tiga bahasan. Pertama, Filsafat Yunani Kuno (Ancient Philosophy) yang didominasi Rasionalisme, kedua Filsafat Abad Tengah (Middle Ages Philosophy), disebut juga The Dark Ages Philosophy (Filsafat Abad Kegelapan), yang didominasi oleh pemikiran tokoh Kristen, ketiga Filsafat Modern (Modern Philosophy) yang didominasi lagi oleh Rasionalisme.  Akhir-akhir ini agaknya telah muncul babakan keempat, yaitu Filsafat Pascamodern (Post Modern Philosophy).
            Jika periode pertama didominasi rasio, periode kedua didominasi pemikiran tokoh Kristen, periode ketiga didominasi rasio lagi, maka pada periode keempat itu apa yang mendominasi?  Pada intinya, filsafat Pascamodern (anak-anak sering menyebutnya Posmo) mengkritik Filsafat Modern. Orang-orang Posmo mengatakan Filsafat Modern itu harus didekonstruksi. Karena Filsafat Modern itu didominasi Rasionalisme, maka yang didekonstruksi itu adalah Rasionalisme itu.  Rasionalisme ialah paham filsafat yang mengatakan akal itulah alat pencari dan pengukur kebenaran. Nah, paham itulah yang didekonstruksi oleh Filsafat Posmo.
 Sebenanrya, budaya Barat adalah budaya yang secara keseluruhan dibangun berdasarkan Rasionalisme itu. Dan kata Capra, memang hanya berdasarkan Rasionalisme. Pada tahun 1880-an Nietzsche telah menyatakan bahwa budaya barat telah berada di pinggir jurang kehancuran, itu disebabkan karena terlalu mendewakan rasio. Pada tahun 1990-an Capra menyatakan bahwa budaya Barat itu telah hancur, itu disebabkan oleh terlalu mendewakan rasio.  Sepertinya, tokoh-tokoh Filsafat Posmo itu ingin menyelematkan budaya Barat. Menurut mereka budaya dapat diselamatkan bila budaya Barat disusun ulang tidak hanya berdasarkan Rasionalisme.
Orang-orang Posmo berpendapat bahwa sumber kebenaran tidak hanya rasio, ada sumber kebenaran lain selain rasio. Agama, misalnya. Jika digunakan agama, maka penggunaan rasio telah termasuk di dalamnya.  Kayaknya ada baiknya budaya disusun berdasarkan ajaran agama tetapi harus dipilih agama yang benar-benar berasal dari Tuhan Yang Maha Pintar.
Sumber, Tafsir, Ahmad. 2004. Filsafat Ilmu. Bandung: PT Remaja Bosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar