Manusia dan Harapan
Filsafat
dan ilmu pengetahuan telah menggunakan berbagai metode untuk memahami tentang
manusia dan kehidupannya. Di sini, manusia dipahami sebagai mahluk yang berakal
budi. Dengan akal budinya, manusia mampu bekerja sama, dan kemudian mewujudkan
visi hidup mereka agar menjadi kenyataan. Adapun dalam hal ini visi manusia
harus dijadikan sebagai sebuah harapan. Agar harapan itu menjadi kenyataan maka
bagaimana cara mewujudkannya? Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, maka
terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian dari harapan itu tersendiri.
Harapan
atau asa adalah bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu yang diinginkan, di
dapatkan atau suatu kejadian yang akan berbuah kebaikan di waktu yang akan
datang. Pada umumnya harapan berbentuk abstrak, tidak tampak, namun dapat
diyakini. Beberapa pendapat menyatakan bahwa esensi harapan berbeda dengan
“berpikir positif” yang merupakan salah satu cara terapi atau proses sistematis
dalam psikologi untuk menangkal pikiran negative atau berpikir pesimis. Nah
bagaimana harapan dalam kehidupan manusia?
Harapan
dalam kehidupan manusia merupakan cita-cita, keinginan, penantian, kerinduan
supaya sesuatu itu terjadi. Dalam menantikan adanya sesuatu yang terjadi dan diharapkan,
manusia melibatkan manusia lain atau kekuatan lain di luar dirinya supaya
sesuatu terjadi, selain hasil usahanya yang telah dilakukan dan ditunggu
hasilnya. Jadi, yang diharapkan itu adalah hasil jerih payah dirinya dan
bantuan kekuatan lain.
Bahkan
harapan itu tidak bersifat egosentris, berbeda dengan keinginan yang menurut
kodratnya bersifat egosentris, usahanya ialah memiliki. Harapan tertuju kepada
“Engkau”, sedangkan keinginan kepada “Aku”. Harapan itu ditujukan kepada orang
lain atau kepada Tuhan. Keinginan itu untuk kepentingan dirinya, meskipun
pemenuhan keinginan itu melalui pemenuhan keinginan orang lain. Misalnya
melakukan perbuatan sedekah kepada orang lain: orang lain terpenuhi
keinginanya, dan sekaligus orang yang sedekah juga terpenuhi keinginannya,
yaitu kebahagiaan sewaktu berbuat baik kepada orang lain.
Adapun
menurut macamnya ada harapan yang optimis dan ada harapan yang pesimistis
(tipis harapan). Harapan yang optimis artinya sesuatu yang akan terjadi itu
sudah memberikan tanda-tanda yang dapat dianalisis secara rasional, bahwa
sesuatu yang akan terjadi bakal muncul. Dalam harapan yang pesimistis ada
tanda-tanda rasional tidak akan terjadi.
Harapan
itu ada karena manusia hidup. Manusia hidup penuh dengan dinamikanya, penuh
dengan keinginannya atau kemauannya. Harapan untuk setiap orang berbeda-beda
kadarnya. Orang yang wawasan berpikirnya luas, harapannya pun akan luas.
Demikian pula orang yang wawasan berpikirnya sempit, maka akan sempit pula
harapannya.
Besar-kecilnya
harapan sebenarnya tidak ditentukan oleh luas atau tidaknya wawasan berpikir
seseorang, tetapi kepribadian seseorang dapat menentukan dan mengontrol jenis,
macam, dan besar-kecilnya harapan tersebut. Bila kepribadian seseorang kuat,
jenis dan besamya harapan akan berbeda dengan orang yang kepribadiannya lemah.
Kepribadian yang kuat akan mengontrol harapan seefektif dan seefisien mungkin
sehingga tidak merugikan bagi dirinya atau bagi orang lain, untuk masa kini
atau untuk masa depan, bagi masa di dunia atau masa di akhirat kelak.
Harapan
seseorang juga ditentukan oleh kiprah usaha atau bekerja kerasnya seseorang.
Orang yang bekerja keras akan mempunyai harapan yang besar. Untuk memperoleh
harapan yang besar, tetapi kemampuannya kurang, biasanya disertai dengan bantuan
unsur dalam yaitu berdoa. Oleh karena itu untuk mewujudkan sebuah harapan maka
harus diringi dengan usaha atau kerja keras dan berdoa, karena harapan jika
tidak di iringi dengan sebuah tindakan maka akan menjadi sebuah harapan
saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar