Rabu, 28 Desember 2016

Manusia dan Harapan



Manusia dan Harapan
Filsafat dan ilmu pengetahuan telah menggunakan berbagai metode untuk memahami tentang manusia dan kehidupannya. Di sini, manusia dipahami sebagai mahluk yang berakal budi. Dengan akal budinya, manusia mampu bekerja sama, dan kemudian mewujudkan visi hidup mereka agar menjadi kenyataan. Adapun dalam hal ini visi manusia harus dijadikan sebagai sebuah harapan. Agar harapan itu menjadi kenyataan maka bagaimana cara mewujudkannya? Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian dari harapan itu tersendiri.
Harapan atau asa adalah bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu yang diinginkan, di dapatkan atau suatu kejadian yang akan berbuah kebaikan di waktu yang akan datang. Pada umumnya harapan berbentuk abstrak, tidak tampak, namun dapat diyakini. Beberapa pendapat menyatakan bahwa esensi harapan berbeda dengan “berpikir positif” yang merupakan salah satu cara terapi atau proses sistematis dalam psikologi untuk menangkal pikiran negative atau berpikir pesimis. Nah bagaimana harapan dalam kehidupan manusia?
Harapan dalam kehidupan manusia merupakan cita-cita, keinginan, penantian, kerinduan supaya sesuatu itu terjadi. Dalam menantikan adanya sesuatu yang terjadi dan diharapkan, manusia melibatkan manusia lain atau kekuatan lain di luar dirinya supaya sesuatu terjadi, selain hasil usahanya yang telah dilakukan dan ditunggu hasilnya. Jadi, yang diharapkan itu adalah hasil jerih payah dirinya dan bantuan kekuatan lain.
Bahkan harapan itu tidak bersifat egosentris, berbeda dengan keinginan yang menurut kodratnya bersifat egosentris, usahanya ialah memiliki. Harapan tertuju kepada “Engkau”, sedangkan keinginan kepada “Aku”. Harapan itu ditujukan kepada orang lain atau kepada Tuhan. Keinginan itu untuk kepentingan dirinya, meskipun pemenuhan keinginan itu melalui pemenuhan keinginan orang lain. Misalnya melakukan perbuatan sedekah kepada orang lain: orang lain terpenuhi keinginanya, dan sekaligus orang yang sedekah juga terpenuhi keinginannya, yaitu kebahagiaan sewaktu berbuat baik kepada orang lain.
Adapun menurut macamnya ada harapan yang optimis dan ada harapan yang pesimistis (tipis harapan). Harapan yang optimis artinya sesuatu yang akan terjadi itu sudah memberikan tanda-tanda yang dapat dianalisis secara rasional, bahwa sesuatu yang akan terjadi bakal muncul. Dalam harapan yang pesimistis ada tanda-tanda rasional tidak akan terjadi.
Harapan itu ada karena manusia hidup. Manusia hidup penuh dengan dinamikanya, penuh dengan keinginannya atau kemauannya. Harapan untuk setiap orang berbeda-beda kadarnya. Orang yang wawasan berpikirnya luas, harapannya pun akan luas. Demikian pula orang yang wawasan berpikirnya sempit, maka akan sempit pula harapannya.
Besar-kecilnya harapan sebenarnya tidak ditentukan oleh luas atau tidaknya wawasan berpikir seseorang, tetapi kepribadian seseorang dapat menentukan dan mengontrol jenis, macam, dan besar-kecilnya harapan tersebut. Bila kepribadian seseorang kuat, jenis dan besamya harapan akan berbeda dengan orang yang kepribadiannya lemah. Kepribadian yang kuat akan mengontrol harapan seefektif dan seefisien mungkin sehingga tidak merugikan bagi dirinya atau bagi orang lain, untuk masa kini atau untuk masa depan, bagi masa di dunia atau masa di akhirat kelak.
Harapan seseorang juga ditentukan oleh kiprah usaha atau bekerja kerasnya seseorang. Orang yang bekerja keras akan mempunyai harapan yang besar. Untuk memperoleh harapan yang besar, tetapi kemampuannya kurang, biasanya disertai dengan bantuan unsur dalam yaitu berdoa. Oleh karena itu untuk mewujudkan sebuah harapan maka harus diringi dengan usaha atau kerja keras dan berdoa, karena harapan jika tidak di iringi dengan sebuah tindakan maka akan menjadi sebuah harapan saja. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar