Minggu, 04 Desember 2016

Masa Lalu Dan Masa Depanku



Usiaku saat ini 19 tahun. Begitu pun usia kamu yang sama denganku. Ketika aku melihat anak usia 5 tahun, maka di masa laluku di 14 tahun yang lalu aku sama dengan anak itu, Masih anak-anak.  Saat ini aku hafal bahwa aku pernah melewati usia 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, dengan berbagai kenangan yang sangat berkesan.
Lalu aku melihat seorang nenek-nenek yang berusia 75 tahun, ia masih kuat mengajar di madrasah atau biasa di sebut guru ngaji.  Jika usiaku dipanjangkan Tuhan, dan sekuat nenek itu, maka nenek itu adalah masa depanku, dan masa depanmu juga.
Saat aku melihat album foto keluargaku di laptop, aku melihat kembali sesok wanita yang masih terlihat cantik, kira-kira Beliau berusia 60 tahunan, ya dia adalah nenekku.  Kini nenekku telah tiada, namun saat usia nenek sama sepertiku kini.  Aku belum lahir ke dunia. Bahkan tak seorang pun menganggap aku apa-apa. Tak ada yang dikatakan tentang aku. Aku belum ada. Aku tidak ada. Kau pun tidak ada. Ya kita tidak ada di masa itu. Semakin lama waktu semakin mendekatkan kita kepada kematian, dan menjauhkan kita dari dunia.
Saat diperjalanan menuju kampung halaman ku di Sukabumi aku melewati gedung-gedung di sepanjang jalan Jakarta, aku berbisik kepada diriku, wahai diri dapatkah kau menempati gedung-gedung itu, kenapa kau tidak bisa  sedangkan orang lain bisa menempatinya. hatikupun seakan dirasuki rasa iri. Melihat orang bisa bermegah-megahan dengan rumah gedung yang bertingkat, kendaraan yang sangat mengkilat.
Setelah aku sampai di rumah, keesokan harinya orang tua ku mengajak ku untuk berjiarah ke kuburan nenek ku. Kupandangi sepanjang jalan yang dilewati. Ya, orang-orang yang kini berbaring di kuburan itu, dahulunya pernah menikmati megahnya dunia, atau hidup yang berkecukupan. Tetapi kini mereka tak dapat berbuat apa-apa. Tubuh mereka dihimpit liang lahat. Dan aku yakin, aku, kamu pasti akan mengikuti jejak mereka, mau ataupun tidak mau. Dan gedung-gedung yang diimpikan itu kini menjadi sempit artinya. Sedangkan kehidupan akhirat itu jadi besar urusannya.
Seandainya masa lalu kita adalah ketiadaan dan masa depan kita adalah tanah, mungkin kita tidak perlu mengikuti agama. Kalaupun beragama hanya karena alasan status saja.  Kepada kita yang beragama Islam telah diajarkan ucapan “innalillahi wainnalliahi rojiuun”. Kalimat ini diucapkan ketika tertimpa musibah, atau kematian dari saudara kita yang mukmin. Kita semua berasal dari Allah, dan akan kembali kepada Allah. Jika kita dalam keadaan bersih, maka tempat kembali kita adalah surga. Namun  kalau kita kotor, tempat kembali kita adalah neraka.
Kutulis kata demi kata tulisan ini begitu yakin, dan yakin bahwa aku ada. Tetapi adanya aku di hari akhirat lebih pasti adanya, dan lebih meyakinkan. Aku tidak tahu harus kujawab apa, ketika aku berdiri di hadapan Allah dan Dia bertanya kepadaku, usiamu kau habiskan untuk apa? Apa yang telah kau lakukan untuk mengabdi pada Tuhanmu yang telah menciptakanmu? Kau turuti perintah agamamu, ataukan kau turuti nafsumu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar