Usiaku saat ini
19 tahun. Begitu pun usia kamu yang sama denganku. Ketika aku melihat anak usia
5 tahun, maka di masa laluku di 14 tahun yang lalu aku sama dengan anak itu, Masih
anak-anak. Saat ini aku hafal bahwa aku
pernah melewati usia 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, dengan berbagai kenangan yang
sangat berkesan.
Lalu aku
melihat seorang nenek-nenek yang berusia 75 tahun, ia masih kuat mengajar di
madrasah atau biasa di sebut guru ngaji. Jika usiaku dipanjangkan Tuhan, dan sekuat nenek
itu, maka nenek itu adalah masa depanku, dan masa depanmu juga.
Saat aku
melihat album foto keluargaku di laptop, aku melihat kembali sesok wanita yang
masih terlihat cantik, kira-kira Beliau berusia 60 tahunan, ya dia adalah
nenekku. Kini nenekku telah tiada, namun
saat usia nenek sama sepertiku kini. Aku
belum lahir ke dunia. Bahkan tak seorang pun menganggap aku apa-apa. Tak ada
yang dikatakan tentang aku. Aku belum ada. Aku tidak ada. Kau pun tidak ada. Ya
kita tidak ada di masa itu. Semakin lama waktu semakin mendekatkan kita kepada
kematian, dan menjauhkan kita dari dunia.
Saat diperjalanan
menuju kampung halaman ku di Sukabumi aku melewati gedung-gedung di sepanjang
jalan Jakarta, aku berbisik kepada diriku, wahai diri dapatkah kau menempati
gedung-gedung itu, kenapa kau tidak bisa
sedangkan orang lain bisa menempatinya. hatikupun seakan dirasuki rasa
iri. Melihat orang bisa bermegah-megahan dengan rumah gedung yang bertingkat, kendaraan
yang sangat mengkilat.
Setelah aku
sampai di rumah, keesokan harinya orang tua ku mengajak ku untuk berjiarah ke
kuburan nenek ku. Kupandangi sepanjang jalan yang dilewati. Ya, orang-orang
yang kini berbaring di kuburan itu, dahulunya pernah menikmati megahnya dunia,
atau hidup yang berkecukupan. Tetapi kini mereka tak dapat berbuat apa-apa.
Tubuh mereka dihimpit liang lahat. Dan aku yakin, aku, kamu pasti akan
mengikuti jejak mereka, mau ataupun tidak mau. Dan gedung-gedung yang diimpikan
itu kini menjadi sempit artinya. Sedangkan kehidupan akhirat itu jadi besar
urusannya.
Seandainya masa
lalu kita adalah ketiadaan dan masa depan kita adalah tanah, mungkin kita tidak
perlu mengikuti agama. Kalaupun beragama hanya karena alasan status saja. Kepada kita yang beragama Islam telah
diajarkan ucapan “innalillahi
wainnalliahi rojiuun”. Kalimat ini diucapkan ketika tertimpa musibah, atau
kematian dari saudara kita yang mukmin. Kita semua berasal dari Allah, dan akan
kembali kepada Allah. Jika kita dalam keadaan bersih, maka tempat kembali kita
adalah surga. Namun kalau kita kotor,
tempat kembali kita adalah neraka.
Kutulis kata
demi kata tulisan ini begitu yakin, dan yakin bahwa aku ada. Tetapi adanya aku
di hari akhirat lebih pasti adanya, dan lebih meyakinkan. Aku tidak tahu harus
kujawab apa, ketika aku berdiri di hadapan Allah dan Dia bertanya kepadaku,
usiamu kau habiskan untuk apa? Apa yang telah kau lakukan untuk mengabdi pada
Tuhanmu yang telah menciptakanmu? Kau turuti perintah agamamu, ataukan kau
turuti nafsumu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar