Rabu, 28 Desember 2016

Studi Empiris "Makanan Khas Sukabumi "Moci"



MAKANAN KHAS SUKABUMI “MOCI”
Disusun Oleh
Dede Halimatusa’diah

 Kota Sukabumi merupakan salah satu wilayah yang berstatus kotamadya di provinsi Jawa Barat. Ada beberapa kecamatan di kabupaten sukabumi salah satunya adalah kecamatan Cikole. Kecamatan Cikole merupakan basis perekonomian rakyat dan usaha kecil serta rumah tangga. Salah satu industri rumah tangga yang berkembang di wilayah ini adalah industri moci. Makanan ringan moci merupakan makanan khas yang menjadi primadona Kota Sukabumi, bahkan Sukabumi mendapat julukan sebagai Kota Moci, karena merupakan sentra industri kue moci. Salah satu daerah yang menjadi sentra industri ini ialah Kecamatan Cikole. Wilayah ini dapat dikatakan sebagai sentra industri makanan ringan moci karena daerah ini memang sudah lama terkenal sebagai daerah penghasil makanan ringan moci terbaik.  
Adapun Sejarah berdirinya industri moci di Kecamatan Cikole Kota Sukabumi yang penulis dapatkan dari beberapa sumber yakni, berawal dari keinginan seseorang untuk meningkatkan taraf perekonomian keluarganya menjadi lebih baik. Seseorang sekaligus perintis tersebut adalah Dedi Kuswadi (Alm) yang mendirikan industri moci di Kecamatan Cikole pada tahun 1983. Sebelum mendirikan industri moci sebagai usahanya ia bekerja sebagai pegawai pemerintahan (PNS). Ketika menggeluti pekerjaan tersebut beliau sudah memiliki tingkat perekonomian yang cukup untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Namun ketika beliau berteman dengan orang keturunan Cina yang memberikan resep pembuatan kue moci maka Dedi mulai tertarik dan menjadikan kue moci tersebut sebagai bisnisnya.
Kue moci Dedi bermerk Lampion, pada awal kemunculannya rasa kue moci hanya satu yaitu kue moci tanpa isi atau yang dikenal dengan sebutan moci kiathong. Tujuan didirikannya industri moci tersebut adalah untuk melestarikan makanan khas Kota Sukabumi, mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin dan menciptakan lapangan pekerjaan khususnya masyarakat sekitar serta mensejahterakan para pekerja. Permulaan bisnis industri moci yang dilakukan oleh Dedi saat itu tidaklah mudah karena mayoritas masyarakat Sukabumi belum banyak yang mengetahui kue moci. Selain itu, bisnis kue moci Dedi harus bersaing dengan kue moci yang dihasilkan oleh warga keturunan Tionghoa. Namun Dedi tidak diam begitu saja, beliau mempromosikan kue moci dari mulut ke mulut ke masyarakat dan berbagai instansi pemerintahan khususnya tempat beliau bekerja.
Usaha beliau tidak sia-sia karena pada tahun 1990, tempat usahanya didatangi oleh beberapa pejabatpemerintah Kota Sukabumi yang sekaligus menyatakan bahwa kue moci adalah makanan khas Kota Sukabumi. Semenjak itu moci tersebar luas dan terkenal ke masyarakat sebagai makanan dan oleh-oleh khas Kota Sukabumi.  Sejak saat itu, maka mulailah berkembang industri moci yang dirintis oleh Dedi, tepatnya berada di kaswari Desa Selabatu Cikole. Pada awal perkembanganya, industri moci tersebut dikelola secara kekeluargaan oleh semua anggota keluarga Dedi dan perkembangannya belum terlalu luas. Namun sekitar tahun 1990-an industri ini mulai menarik minat penduduk sekitar bahkan sampai ke luar daerah Cikole.
 Dengan semakin berkembangnya industri ini, maka semakin besar pula kesempatan kerja bagi masyarakat yang membutuhkan. Industri moci yang dimiliki oleh Dedi ini menerapkan sistem kerja yang tidak terlalu sulit. Pegawai yang ada di industri ini terdiri dari pekerja wanita dan laki-laki. Biasanya pekerja wanita bertugas sebagai pembentuk produk dan pengemasan, sedangkan pekerja laki-laki bertugas sebagai pembuat adonan dan pengocek.
Para pegawai tersebut diberikan fasilitas tempat tinggal sehingga pegawai yang bukan berasal dari cikole tidak mendapatkan kesulitan dalam memperoleh tempat tinggal. Seiring berjalannya waktu perkembangan industri moci memperlihatkan kemajuan yang cukup baik, keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada sektor pertanian dan serabutan. Keuntungan tersebut telah memotivasi sebagian masyarakat Cikole untuk beralih menjadi pekerja di industri moci ini. Bahkan ada juga beberapa masyarakat Cikole yang membuka usaha moci sendiri, dan mulai membuka peluang pekerjaan bagi masyarakatnya.
Hal tersebut tidak dipermasalahkan oleh Bapak Dedi, karena beliau berpikir dengan semakin terbukanya kesempatan kerja bagi warga sekitar, maka akan terbantu pula sektor perekonomian masyarakat sekitarnya yang pada saat itu bekerja sebagai petani yang hanya mengandalkan pendapatan pada musim panen. Pemasarannya pun semakin luas yaitu ke daerah Cianjur, Bogor dan Bandung.
 Semenjak tahun 1990 masyarakat Sukabumi lebih kreatif dengan menambahkan kacang sebagai isi moci dan menambahkan berbagai rasa dan aroma yang masih bertahan sampai sekarang. Hal tersebut dilakukan karena banyaknya permintaan konsumen dan adanya perkembangan pasar. Modifikasi rasa dan aroma dilakukan dengan menambahkan lima rasa yaitu jahe, durian, suji pandan, strowberi, ketan hitam dan mocca sehingga konsumen bisa memilih rasa kue moci yang disukainya. Pada tahun tersebut industri moci di Cikole mengalami peningkatan yang cukup baik. Kue moci mulai dikenal sebagai makanan atau oleh-oleh khas Kota Sukabumi seiring dengan dikunjunginya industri moci Bapak Dedi oleh beberapa pejabat pemerintah Kota Sukabumi yang menyatakan bahwa moci adalah oleh-oleh khas Kota Sukabumi.
Dengan mulai dikenalnya moci sebagai makanan khas Kota Sukabumi mengakibatkan industri moci di Sukabumi semakin berkembang. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah industri yang bertambah, peningkatan jumlah produksi dan penyerapan jumlah tenaga kerja yang cukup banyak serta pemasaran yang semakin luas. Kemunculan industri ini menjadi alternatif baru sebagai sumber pekerjaan bagi masyarakat setempat, karena pada umumnya pada saat itu perekonomian masyarakat Cikole sangat tergantung pada sektor pertanian. Dengan semakin berkembangnya industri ini, maka semakin besar pula kesempatan kerja bagi masyarakat yang membutuhkan.
Namun sejak krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997, industri moci di Cikole turut terkena imbasnya dimana moci rasa jahe tidak diproduksi lagi karena terjadi inflasi harga yang menyebabkan harga jahe naik dan kesulitan dalam memperolehnya. Selain itu sama halnya dengan daun pandan/suji, penambahan rasa jahe juga membutuhkan waktu dan tenaga untuk memeras jahe tersebut, sedangkan untuk rasa yang lainnya hanya dengan menambahkan pasta saja. Untuk aroma daun pandan/suji tetap diproduksi karena bahan bakunya diperoleh dari kebun pemilik dan tanpa menggunakan biaya. Yang menjadi ciri khas unggulan hasil industri moci di Cikole adalah rasanya yang beragam, tidak menggunakan bahan pengawet serta ukurannya lebih besar dibandingkan dengan moci-moci lainnya, yang hingga kini tetap dipertahankan bahkan semakin mengembangkan kreatifitas bentuk, rasa dan desain kemasan moci.
Para pengusaha berusaha mempertahankan ciri khasnya tersebut, adalah sebagai salah satu bentuk usahanya untuk tetap mempertahankan serta melestarikan makanan khas lokal yang telah menjadi trademark Kota Sukabumi. Pada umumnya masyarakat tetap menjadi konsumen moci karena rasa moci yang enak dan sesuai dengan selera konsumen. Hal inilah yang menyebabkan moci tidak ditinggalkan oleh pelanggannya. Selain itu, kue moci mengandung suatu nilai filosofi yang melambangkan kesejahteraan dan keberkahan yang dipercayai oleh warga keturunan Tionghoa dan masyarakat pribumi di Sukabumi. Sehingga dengan melihat kondisi demikian, maka dapat dipastikan kue moci akan akan berkembang dan bertahan sampai beberapa tahun ke depan. Setelah mengalami pasang surut dalam perkembangannya, industri moci di Cikole mulai membangkitkan kembali eksistensinya pada tahun 2000. Hal tersebut ditandai dengan semakin banyaknya pengusaha moci dan kios-kios yang menjual hasil industri moci di Cikole. Bahkan pada tahun tersebut mulai adanya perhatian dari pemerintah setempat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar