Rabu, 28 Desember 2016

Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya



Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya

Van  Peursen  menyatakan  bahwa  filsafat  sebagai  seni  untuk bertanya. Ia juga mengatakaan  bahwa  ada  perbedaan  yang  dilakukan  ilmu  dengan  yang dilakukan  filsafat.  Ilmu-ilmu  mencoba  merumuskan  jawaban  atas  pentanyaan-pertanyaan,  Kegiatan  ilmiah  semacam  ini  memerlukan  keahlian, sedangkan dalam filsafat  tidak  bermaksud  membentuk  keahlian,  melainkan  memperluas  pandangan manusia,  Dengan  demikian  filsafàt  tidak  bermaksud merumuskan  jawaban  atas pertanyaan-pertanyaan,  melainkan  merumuskan  pertanyaan  pada  jawaban-jawaban.  Dirumuskan  secara  singkat:  ilmu  sebagai  jawaban  atas  pertanyaan  dan filsafat sebagai pertanyaan pada jawaban.
Ilmu-ilmu  menyelidiki  sedapat  mungkin  berbagai  segi  kenyataan  yang dihadapi  manusia.  Segi-segi  ini  dibatasi  dan  dihasilkan  rumusan-rumusan  yang pasti.  Ilmu  memberikan  kepastian  dengan  membatasi  pandangannya.  Misalnya ilmu  alam  dapat  menjadi  eksak  baru  sesudah  lapangannya  dibatasi  ke  dalam bahan  yang  material  saja.  Contoh  lain  misalnya  psikologi  hanya  dapat  meramal tingkah  laku  manusia  jika  membatasi  pandangannya  ke  dalam  segi  umum  dari kelakuan  manusia  yang  konkrit.  Kepastian  ilmu-ilmu  diperoleh  dari keterbatasannya. Banyak  jawaban  yang  diberikan  oleh  ilmu-ilmu  atas  pertanyaan  manusia. Ilmu  memberikan  jawaban  misalnya  pertanyaan  tentang  berapa  jauhnya  matahari dari  bumi.  Atau  menjawab  pertanyaan  apakah  seseorang  pemudi  sesuai  untuk menjadi  perawat.  Seringkali  ilmu  membuat  alat  pengukuran,  khususnya  computer yang  dapat  merumuskan  jawaban.
 Ada  komputer  untuk  melakukan  penghitungan-penghitungan  yang  sangat  numit.  Ada  juga  komputer  yang  memberi  nasehat tentang memilih pasangan agar memperoleh kehidupan yang berbahagia. Ilmu-ilmu  berguna  untuk  memperbaiki  keadaan  manusia,  organisasi masyarakat  dan  pertumbuhan  kesadaran  manusia.  Tetapi  untuk  perkembangan manusia secara menyeluruh yang diperlukan bukan jawaban ilmiah saja, melainkan juga pertanyaan kefilsafatan. 
Filsafat  bersifat  pertanyaan  pada  jawaban. Dengan  kata lain,  filsafat  bertanya  apakah  keterbatasannya  ilmu spesialisasi menjauhkan kita  dari kenyataan jika kita  lupa  bahwa  pandangan  setiap ilmu  adalah  pandangan  khusus  dan  sempit.  Jika  diusahakan  pertanyaan  begini, maka  filsafat  membuka  dimensi  yang  lebih  luas  daripada  keterbatasan  kenyataan ilmiah.  Pertanyaan  pertama  mendekatkan  kembali  manusia  kepada kenyataan yang Iengkap.
Tugas  lain  untuk  pertanyaan  keflisafatan  adalah  ilmu-ilmu  yang  tidak terpisah.  Ilmu  alam  memandang  sinar  yang  dipancarkan  oleh  matahari sebagai  getaran  gelombang  elektro  magnetik.  Ditinjau  secara  biologis  matahari terdiri  atas  energi  cahaya  yang  dapat  digunakan untuk fotosintesis,  yaitu  untuk  menyusun  bahan  organis.  Antroplogi  budaya  memandang matahari  sebagai  lambang  (simbol)  atau  arti  yang  menguasai  beberapa  agama primitif,  Sedangkan  filsafat  mengajukan  pertanyaan  apakah  ada  beberapa matahari.  Jawabnya:  hanya  ada  satu  matahari.  Demikianlah  pertanyaan  filsafat menunjukkan  bahwa  pengetahuan  ilmiah  itu  tidak  terpisah,  artinya  bahwa  filsafat memberikan  keterpaduan  (integrasi).  Yang  diinginkan  adalah  universitas  bukan multiversitas.
Berkat  pertanyaan  kefilsafatan,  yaitu  berkat  manusia  yang  bertanya demikian,  manusia  memperoleh  pandangan  yang  paling  luas.  Manusia  melihat kenyataan  sebagai  tamasya  alam  dan  ilmu-ilmu  sebagai  peta  bumi  yang  berbeda-beda.  Tamasya  alam  yang  sama  dapat  digambarkan  oleh  beberapa  peta,  seperti peta  bumi  sosial,  peta  geologi,  peta  pariwisata.  Akan  tetapi  lapangan  nyata  yang digambarkan selalu melebihi daripada  jumlah  peta bumi  yang mana pun juga. Agar kita  dapat  menilai  keterbatasan  ilmu-ilmu  bersamaan  dengan  kegiatannya, maka  seharusnya  kita  melakukan  integrasi  ilmu  ke  dalam  kenyataan.  Integrasi  itu seperti integrasi peta-pata ke dalam alam yang nyata.
Ada  cerita  tentang  seseorang  yang  bepergian  keliling  dunia.  Sementara berada  di  dalam kendaraan  ia mempelajari  peta bumi  negeri  yang  akan  dikunjungi. Misalnya  ketika  ia  melalui  Indonesia  dipelajarinya  peta  bumi  Sri  Langka,  ketika  di  Sri  Langka  dipelajarinya  peta  India,  ketika  di  India  dipelajarinya  peta  Pakistan. Tetapi ia lupa dan tidak pemah keluar dari kendaraannya untuk menikmati tamasya alam. Ketika pulang ke Indonesia setelah mengunjungi banyak negara, sebenarnya tidak  ada  sesuatu  pun  yang  dilihat  orang  itu.  Dengan  demikian  sangat  jelas  bahwa pelajaran  segala  ilmu  dapat  berguna  asal  kita memandang  ilmu-ilmu  sebagai  peta-peta  bumi,  dan  asal  kita  tidak  lupa  melihat  lewat  jendela. 
Filsafat  mengajukan pertanyaan apakah kita sudah melihat dunia yang nyata. Ilmu  adalah  bagian  dari  kehidupan  manusia  dan  keadaan  masyarakat. Filsafat  merumuskan  pertanyaan  pada  jawaban-jawaban  yang  menentukan pembangunan  masyarakat.  Jawaban  seperti  itu  adalah  misalnya  teknologi  yang diandaikan  memberikan  kekayaan.  Atau  organisasi  dan  perencanaan  dan  segala kerja  manusia  agar  memberikan  hasil  yang  lebih  banyak.  Atau  bahwa  sesudah dipastikan  tujuan-tujuan  industrialisasi  kita  semua  dapat  mencapai  status  yang penting.  Jawaban-jawaban  yang  demikian  itu  diragukan  oleh  filsafat.
Filsafat mengajukan  pertanyaan  apakah  cara  pembangunan  yang  dimaksudkan  sudah benar.  Pada  umumnya  cita-cita  tentang  pembangunan  itu  merupakan  jawaban yang  pasti.  Tetapi  filsafat  meneliti  nilai  baik  buruknya  jawaban  itu.  Pertanyaan kefilsafatan  dimaksudkan  untuk  memperoleh  sikap  kritis  dan  etis  (moral).  Dengan demikian  seharusnya  dirumuskan  pertanyaan-pertanyaan  yang  berikut:  Apakah pembangunan  bersifat  lahir  saja,  artinya  dihitung  jumlah  bangunan  industri,  jumlah mobil  atau  bahwa  pembangunan  pertama-tama bersifat  batin,  artinya  pertumbuhan kehidupan rohani.  Lalu  apakah status  sosial lebih  penting  daripada  keadilan sosial. Dan  apakah manusia  harus  dipimpin  oleh  situasinya,  bahkan  situasi  yang  mungkin mewah,  atau  apakah  manusia  sendiri  yang  harus  mempengaruhi  situasinya.
 Yang penting  adalah  bahwa  kita  tidak  lagi  memandang  membangunan  kebudayaan  dan masyarakat sebagai nasib yang dialami oleh manusia. Manusia  tidak  pasif  dalam  pembangunan  kebudayaan,  melainkan semestinya  aktif.  Masyarakat  dan  kebudayaan  bukan  kata-kata  benda,  melainkan kata-kata  kerja,  karena  kebudayaan  berarti  kebijaksanaan  manusia.  Kita sendirilah yang  bertanggung jawab.  Demikianlah  pertanyaan  pertama  yang  timbul  berbunyi: kriteria  manakah  yang  mesti  dipenuhi  oleh  tujuan-tujuan  pembangunan. Pertanyaan  kefilsafatan  merangsang  sikap  kritis  dan  etis  supaya  dilaksanakan suatu kebi jaksanaan yang adil dan jujur. Akhimya filsafat bertanya: apakah dunia filsafat tertutup? Suatu dunia ilmiah yang  hanya  terdiri  atas  fakta-fakta  itu  bersifat  tertutup.  Atau  dunia  sosial  yang  seluruhnya  dijelaskan  oleh  hukum-hukum  dan  statistik  sosiologi  itu  berarti  tertutup, Atau  dunia  manusia  yang  tidak  bebas  karena  kemiskinan,  penyakit,  kelebihan penduduk  dan  tekanan  politik  itu  dunia  tertutup. 
Pertanyaan  kefilsafatan  berfungsi sebagai pembuka pintu-pintu yang tertutup. Juga  tentang  agama  seringkali  pintu-pintu  tradisi  seharusnya  dibuka,  Jika demikian maka komunikasi  dengan  Tuhan menjadi nyata dan mentakjubkan sekali. Rasa  hubungan  antar  manusia  dengan  manusia  seperti  antara  manusia  dengan Tuhan  hanya  dialami  bila  kedua  hal  itu  saling  bertemu.  Tetapi  pertemuan  dengan seseorang  itu  tidaklah  mungkin  jika  ia  tidak  mempunyai  daya  tarik,  yaitu  jika  ia terlampau  dikenal,  jika  ia  tidak  menakjubkan  lagi.  Hal  yang  demikian  ini  akan tenjadi  jika  sesama  manusia  atau  jika  Tuhan  ditangkap  dalam  jaringan  jawaban kita. Padahal pertanyaan ini termasuk persoalan yang asasi dari seluruh kehidupan manusia dan masyarakat. Dengan hal ini di maksudkan menerangkan  mengapa filsafat  mengajukan  pertanyaan  pada  jawaban-jawaban.  Jika  saudara  telah mengerti  betapa  pentingnya  pertanyaan,  maka  kini  dapat  dijelaskan  bagian-bagian filsafat.
Kita  mengatakan  bahwa  ilmu-ilmu  dari  universitas  memajukan  ilmu pengetahuan.  Akan  tetapi  apakah  dasarnya  pengetahuan  itu?  Pertanyaan  ini termasuk  bagian  filsafat  yang  disebut  filsafat  pengetahuan  (epistemology).  Kita menggunakan istilah “manusia”, misalnya dalam ilmu kedokteran, psikologi, biologi. Tetapi  apakah  sebenarnya  manusia  itu?  Pertanyaan  ini  termasuk  bagian  filsafat yang  bernama  antropologi  kefilsafatan.  Kita  mengetahui  bahwa  dunia  terdiri  atas banyak  benda,  fakta-fakta  dan  kejadian-kejadian.  Ada  yang  kodrati  dan  ada  yang adi-kodrati.  Tetapi  apakah  yang  dimaksudkan  jika  mengatakan  bahwa  hal-hal  itu ada. Pertanyaan ini termasuk bagian filsafat yang bernama metafisika dan ontologi.
 Akhirnya  kebudayaan  kita  mencari  etik  untuk  manusia  pada  umumnya.dikaitkan dengan  pembangunan.  Tetapi  apakah  kelakuan  etis  dan  pembangunan  yang  baik itu,  Pertanyaan  ini  termasuk  bagian  filsafat  yang  bernama  etika  kefilsafatan  dan filsafat pembangunan. Pertanyaan  yang  benar  itu  tidak  diajukan  dengan  mata  yang  tertutup. Pertanyaan  yang  sesuai  itu  tidak  diciptakan  oleh  keraguan.  Melainkan  pertanyaan yang  bertanggung jawab  menanyakan  apakah  jawaban  yang  sudah  dikenal sungguh-sungguh  merupakan  jawaban.  Pertanyaan  ini  mempunyai  arah  dan pandangan.  Maka  dari  itu  tugas  pertama  filsafat  tidaklah  untuk  menghapalkan jawaban,  melainkan  mencoba  untuk  mengajukan  pertanyaan  atas  jawaban tersebut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar