Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya
Van Peursen
menyatakan bahwa filsafat
sebagai seni untuk bertanya. Ia juga mengatakaan bahwa
ada perbedaan yang
dilakukan ilmu dengan
yang dilakukan filsafat. Ilmu-ilmu
mencoba merumuskan jawaban
atas pentanyaan-pertanyaan, Kegiatan
ilmiah semacam ini
memerlukan keahlian, sedangkan
dalam filsafat tidak bermaksud
membentuk keahlian, melainkan
memperluas pandangan manusia, Dengan
demikian filsafàt tidak
bermaksud merumuskan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan, melainkan
merumuskan pertanyaan pada
jawaban-jawaban. Dirumuskan secara
singkat: ilmu sebagai jawaban
atas pertanyaan dan filsafat sebagai pertanyaan pada jawaban.
Ilmu-ilmu menyelidiki
sedapat mungkin berbagai
segi kenyataan yang dihadapi
manusia. Segi-segi ini
dibatasi dan dihasilkan
rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan
membatasi pandangannya. Misalnya ilmu
alam dapat menjadi
eksak baru sesudah
lapangannya dibatasi ke
dalam bahan yang material
saja. Contoh lain
misalnya psikologi hanya
dapat meramal tingkah laku
manusia jika membatasi
pandangannya ke dalam
segi umum dari kelakuan
manusia yang konkrit.
Kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Banyak jawaban
yang diberikan oleh
ilmu-ilmu atas pertanyaan
manusia. Ilmu memberikan jawaban
misalnya pertanyaan tentang
berapa jauhnya matahari dari
bumi. Atau menjawab
pertanyaan apakah seseorang
pemudi sesuai untuk menjadi
perawat. Seringkali ilmu
membuat alat pengukuran,
khususnya computer yang dapat
merumuskan jawaban.
Ada
komputer untuk melakukan
penghitungan-penghitungan
yang sangat numit.
Ada juga komputer
yang memberi nasehat tentang memilih pasangan agar memperoleh
kehidupan yang berbahagia. Ilmu-ilmu
berguna untuk memperbaiki
keadaan manusia, organisasi masyarakat dan
pertumbuhan kesadaran manusia.
Tetapi untuk perkembangan manusia secara menyeluruh yang
diperlukan bukan jawaban ilmiah saja, melainkan juga pertanyaan
kefilsafatan.
Filsafat bersifat
pertanyaan pada jawaban. Dengan kata lain,
filsafat bertanya apakah
keterbatasannya ilmu spesialisasi
menjauhkan kita dari kenyataan jika kita
lupa
bahwa pandangan setiap ilmu
adalah pandangan khusus
dan sempit. Jika
diusahakan pertanyaan begini, maka
filsafat membuka dimensi
yang lebih luas
daripada keterbatasan kenyataan ilmiah. Pertanyaan
pertama mendekatkan kembali
manusia kepada kenyataan yang
Iengkap.
Tugas lain
untuk pertanyaan keflisafatan
adalah ilmu-ilmu yang
tidak terpisah. Ilmu alam
memandang sinar yang
dipancarkan oleh matahari sebagai getaran
gelombang elektro magnetik.
Ditinjau secara biologis
matahari terdiri atas energi
cahaya yang dapat
digunakan untuk fotosintesis,
yaitu untuk menyusun
bahan organis. Antroplogi
budaya memandang matahari sebagai
lambang (simbol) atau
arti yang menguasai
beberapa agama primitif, Sedangkan
filsafat mengajukan pertanyaan
apakah ada beberapa matahari. Jawabnya:
hanya ada satu
matahari. Demikianlah pertanyaan
filsafat menunjukkan bahwa pengetahuan
ilmiah itu tidak
terpisah, artinya bahwa
filsafat memberikan
keterpaduan (integrasi). Yang
diinginkan adalah universitas
bukan multiversitas.
Berkat pertanyaan
kefilsafatan, yaitu berkat
manusia yang bertanya demikian, manusia
memperoleh pandangan yang paling luas.
Manusia melihat kenyataan sebagai
tamasya alam dan
ilmu-ilmu sebagai peta
bumi yang berbeda-beda.
Tamasya alam yang sama dapat
digambarkan oleh beberapa
peta, seperti peta bumi
sosial, peta geologi,
peta pariwisata. Akan
tetapi lapangan nyata
yang digambarkan selalu melebihi daripada jumlah
peta bumi yang mana pun juga.
Agar kita dapat menilai
keterbatasan ilmu-ilmu bersamaan
dengan kegiatannya, maka seharusnya
kita melakukan integrasi
ilmu ke dalam
kenyataan. Integrasi itu seperti integrasi peta-pata ke dalam alam
yang nyata.
Ada cerita
tentang seseorang yang
bepergian keliling dunia.
Sementara berada di dalam kendaraan ia mempelajari peta bumi
negeri yang akan
dikunjungi. Misalnya ketika ia
melalui Indonesia dipelajarinya
peta bumi Sri
Langka, ketika di Sri Langka
dipelajarinya peta India,
ketika di India dipelajarinya
peta Pakistan. Tetapi ia lupa dan
tidak pemah keluar dari kendaraannya untuk menikmati tamasya alam. Ketika
pulang ke Indonesia setelah mengunjungi banyak negara, sebenarnya tidak ada
sesuatu pun yang
dilihat orang itu.
Dengan demikian sangat
jelas bahwa pelajaran segala
ilmu dapat berguna
asal kita memandang ilmu-ilmu sebagai
peta-peta bumi, dan
asal kita tidak
lupa melihat lewat
jendela.
Filsafat mengajukan pertanyaan apakah kita sudah
melihat dunia yang nyata. Ilmu
adalah bagian dari
kehidupan manusia dan
keadaan masyarakat. Filsafat merumuskan pertanyaan
pada jawaban-jawaban yang
menentukan pembangunan
masyarakat. Jawaban seperti
itu adalah misalnya
teknologi yang diandaikan memberikan
kekayaan. Atau organisasi
dan perencanaan dan
segala kerja manusia agar
memberikan hasil yang
lebih banyak. Atau
bahwa sesudah dipastikan tujuan-tujuan
industrialisasi kita semua
dapat mencapai status
yang penting.
Jawaban-jawaban yang demikian
itu diragukan oleh
filsafat.
Filsafat
mengajukan pertanyaan apakah
cara pembangunan yang
dimaksudkan sudah benar. Pada
umumnya cita-cita tentang
pembangunan itu merupakan
jawaban yang pasti. Tetapi
filsafat meneliti nilai
baik buruknya jawaban
itu. Pertanyaan kefilsafatan dimaksudkan
untuk memperoleh sikap
kritis dan etis
(moral). Dengan demikian seharusnya
dirumuskan pertanyaan-pertanyaan yang
berikut: Apakah pembangunan bersifat
lahir saja, artinya
dihitung jumlah bangunan
industri, jumlah mobil atau
bahwa pembangunan pertama-tama bersifat batin,
artinya pertumbuhan kehidupan
rohani. Lalu apakah status
sosial lebih penting daripada
keadilan sosial. Dan apakah
manusia harus dipimpin
oleh situasinya, bahkan
situasi yang mungkin mewah, atau
apakah manusia sendiri
yang harus mempengaruhi
situasinya.
Yang penting
adalah bahwa kita
tidak lagi memandang
membangunan kebudayaan dan masyarakat sebagai nasib yang dialami
oleh manusia. Manusia tidak pasif
dalam pembangunan kebudayaan,
melainkan semestinya aktif. Masyarakat
dan kebudayaan bukan
kata-kata benda, melainkan kata-kata kerja,
karena kebudayaan berarti
kebijaksanaan manusia. Kita sendirilah yang bertanggung jawab. Demikianlah
pertanyaan pertama yang
timbul berbunyi: kriteria manakah
yang mesti dipenuhi
oleh tujuan-tujuan pembangunan. Pertanyaan kefilsafatan
merangsang sikap kritis
dan etis supaya
dilaksanakan suatu kebi jaksanaan yang adil dan jujur. Akhimya filsafat
bertanya: apakah dunia filsafat tertutup? Suatu dunia ilmiah yang hanya
terdiri atas fakta-fakta
itu bersifat tertutup.
Atau dunia sosial
yang seluruhnya dijelaskan
oleh hukum-hukum dan
statistik sosiologi itu
berarti tertutup, Atau dunia
manusia yang tidak
bebas karena kemiskinan,
penyakit, kelebihan penduduk dan
tekanan politik itu
dunia tertutup.
Pertanyaan kefilsafatan
berfungsi sebagai pembuka pintu-pintu yang tertutup. Juga tentang
agama seringkali pintu-pintu
tradisi seharusnya dibuka,
Jika demikian maka komunikasi
dengan Tuhan menjadi nyata dan
mentakjubkan sekali. Rasa hubungan antar
manusia dengan manusia
seperti antara manusia
dengan Tuhan hanya dialami
bila kedua hal
itu saling bertemu.
Tetapi pertemuan dengan seseorang itu
tidaklah mungkin jika
ia tidak mempunyai
daya tarik, yaitu
jika ia terlampau dikenal,
jika ia tidak
menakjubkan lagi. Hal
yang demikian ini
akan tenjadi jika sesama
manusia atau jika
Tuhan ditangkap dalam
jaringan jawaban kita. Padahal
pertanyaan ini termasuk persoalan yang asasi dari seluruh kehidupan manusia dan
masyarakat. Dengan hal ini di maksudkan menerangkan mengapa filsafat mengajukan
pertanyaan pada jawaban-jawaban. Jika
saudara telah mengerti betapa
pentingnya pertanyaan, maka
kini dapat dijelaskan bagian-bagian filsafat.
Kita mengatakan
bahwa ilmu-ilmu dari
universitas memajukan ilmu pengetahuan. Akan
tetapi apakah dasarnya
pengetahuan itu? Pertanyaan
ini termasuk bagian filsafat
yang disebut filsafat
pengetahuan (epistemology). Kita menggunakan
istilah “manusia”, misalnya dalam ilmu kedokteran, psikologi, biologi. Tetapi apakah
sebenarnya manusia itu?
Pertanyaan ini termasuk
bagian filsafat yang bernama
antropologi kefilsafatan. Kita
mengetahui bahwa dunia
terdiri atas banyak benda,
fakta-fakta dan kejadian-kejadian. Ada
yang kodrati dan
ada yang adi-kodrati. Tetapi
apakah yang dimaksudkan
jika mengatakan bahwa
hal-hal itu ada. Pertanyaan ini
termasuk bagian filsafat yang bernama metafisika dan ontologi.
Akhirnya
kebudayaan kita mencari
etik untuk manusia
pada umumnya.dikaitkan dengan pembangunan.
Tetapi apakah kelakuan
etis dan pembangunan
yang baik itu, Pertanyaan
ini termasuk bagian
filsafat yang bernama
etika kefilsafatan dan filsafat pembangunan. Pertanyaan yang
benar itu tidak
diajukan dengan mata
yang tertutup. Pertanyaan yang
sesuai itu tidak
diciptakan oleh keraguan.
Melainkan pertanyaan yang bertanggung jawab menanyakan
apakah jawaban yang
sudah dikenal sungguh-sungguh merupakan
jawaban. Pertanyaan ini
mempunyai arah dan pandangan. Maka
dari itu tugas
pertama filsafat tidaklah
untuk menghapalkan jawaban, melainkan
mencoba untuk mengajukan
pertanyaan atas jawaban tersebut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar